Tanah Karo – Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sumatera Utara (BNPB Sumut) bersama dengan TNI sangat menyesalkan sikap Pemerintah Kabupaten Tanah Karo karena sangat lamban dalam membantu masyarakat pengungsi Gunung Sinabung.
“Banyak bantuan yang mau disalurkan terkendala tanda tangan dari Bupati Tanah Karo Kena Ukur Karo Jambi Surbakti. Bupati belum meneken surat penetapan penanganan bencana. Penanganan pengungsi mengecewakan,” ujar Kepala BNPB Sumut, Asren Nasution, Rabu (18/9) sore.
Asren mengatakan, lambannya penyaluran bantuan bencana pascaletusan gunung berapi tersebut, akhirnya membuat pengungsi menjadi telantar. Tidak sedikit dari mereka yang kelaparan akibat minimnya bantuan.
Ada bantuan dari BNPB Pusat, Bulog, Basarnas Pusat, dan kementerian. Namun karena Bupati Karo belum menandatangani surat tanggap darurat tersebut, bantuan itu tidak bisa disalurkan. Dari BNPB Pusat ada bantuan dana sebesar Rp 300 juta untuk penyediaan pangan pengungsi, yang seharusnya dari sejak Selasa kemarin disalurkan.
“Kita sangat menyesalkan lambatnya penanganan bencana ini. Masyarakat jadi banyak yang kelaparan. Seharusnya, dalam kondisi darurat seperti ini mempercepat proses administrasi. Hal yang terjadi sekarang justru terkesan diperlambat. Kita tidak mengetahui alasan kelambatan ini,” tegasnya.
Menurutnya, kondisi ini bisa membahayakan nasib pengungsi. Oleh sebab itu, perlu diambil keputusan yang cepat supaya pengungsi tidak terancam kelaparan. Padahal, bila bantuan dari BNPB Pusat itu masih kurang tentunya bisa diminta penambahan sesuai dengan kebutuhan.
“Keterlambatan ini yang membuat kita tidak bisa berbuat banyak, apakah bantuan dana sebesar Rp 300 juta dari BNPB Pusat itu sudah mencukupi atau tidak. Bila masih kurang masih bisa diminta untuk membantu kembali. Ini belum termasuk bantuan dari Bulog dan lainnya,” sebutnya.
Komandan Korem (Danrem) 023/KS Kolonel Inf Andika menyampaikan, kondisi ini harus cepat ditangani supaya pengungsi tidak kelaparan. Sebagai pemegang hak otorisasi di di Tanah Karo, Andika mengharapkan Bulog memberikan hutang untuk menyalurkan satu ton beras di setiap posko pengungsi.
“Ada 15 posko pengungsi korban letusan gunung merapi di daerah ini. Artinya, setiap posko disalurkan beras sebanyak satu ton. Jumlah beras yang disalurkan secara total sebanyak 15 ton. Dalam satu posko dihuni oleh ribuan pengungsi. Penyaluran ini harus segera dilakukan agar pengungsi tidak kelaparan,” sebutnya.
Kepala Kesbangpol Linmas Pemkab Karo Ronda Tarigan membantah tudingan tersebut. Menurutnya, surat tanggap darurat tersebut sudah ditandatangani oleh Bupati. Bahkan, surat yang diteken itu sudah dikirim ke pusat dengan tembusan BNPB Sumut. Diduga, surat itu tidak sampai ke tangan Kepala BNPB Sumut.
“Mungkin surat itu hanya sampai ke bagian anak buah, dan belum sampai ke tangan Kepala BNPB Sumut. Dalam surat itu ditetapkan masa tanggap darurat selama 7 hari, yaitu sejak tanggal 15 hingga 22 September nanti. Namun waktu tanggap darurat ini masih bisa diperpanjang jika kondisi gunung Sinabung terus mengeluarkan abu vulkanik,” sebutnya.
Masyarakat korban bencana letusan Gunung Sinabung, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara (Sumut), mulai terserang penyakit demam, sesak nafas dan infeksi saluran pernafasan di tengah pengungsian.
Soalnya, selain menghirup udara bercampur abu vulkanik, masyarakat pengungsi khususnya anak-anak, juga dipastikan kedinginan karena mengungsi di tempat terbuka yang hanya beratapkan tenda.
“Kami mengharapkan pemerintah memberikan bantuan selimut, susu dan juga makanan khusus untuk bayi,” ujar seorang pengungsi asal Desa Sukandebi, Nurliana beru Ginting (42).
Nurlina merupakan ibu dari 3 orang anak yang masih kecil.
Selain memberikan bantuan makanan dan obat-obatan, pemerintah diminta mengerahkan tim medis untuk mengobati pengungsi yang sudah terserang penyakit. Banyak warga yang terserang penyakit batuk dan demam.
“Masih banyak pengungsi yang kelaparan di tengah malam. Cuaca yang sangat dingin apalagi tinggal di tempat terbuka, membuat kami pengungsi merasa tersiksa. Dapur umum belum maksimal,” katanya.
Pengungsi lainnya, Elisa beru Tarigan (37), menyampaikan, untuk menghangatkan tubuh anak-anak yang berusia di bawah lima tahun tersebut, mereka sebagai orangtua hanya mengandalkan sarung dan melapiskan baju anak-anaknya.
“Ada ratusan anak-anak yang berada di tengah pengungsian. Mereka sangat rentan dihinggapi penyakit di tengah musibah bencana tersebut. Kami sangat membutuhkan tim medis disediakan di setiap lokasi pengungsian,” harapnya.
Jumlah pengungsi arga akibat letusan Gunung Sinabung mencapai 4.739 orang. Mereka tersebar di delapan lokasi penampungan di Jambur Sempakata Jl Jamin Ginting sebanyak 1.453 orang.
Pengungsi lain di Klasis GBKP Jl Kiras Bangun sebanyak 590 orang, dan di GBKP Kota Jl. Kiras Bangun sebanyak 1.400 orang. Ada 60 orang pengungsi di Masjid Agung Jl. Veteran, dan di Sentrum Jl Nabung Surbakti ada 56 orang.
Selain itu, pengungsi di Gereja Katolik Jl. Irian, sebanyak 60 orang, di Kecamatan Berastagi ada 700 pengungsi di Jambur Taras, dan di Kecamatan Payung ada 420 pengungsi. Seluruh pengungsi membutuhkan pertolongan. (sumber beritasatu.com)
Leave a Reply