Harga cabai yang sedang melambung di pasaran, sedikit banyaknya mengurangi dahaga petani cabai di Desa Batukarang Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, setelah musim panen sebelumnya menderita kerugian akibat harga jual cabai anjlok sampai kisaran Rp4500 per kg. Kini harga cabai dipasaran Rp25.000 -30.000, membuat petani merasa lega.
“Kami berharap, pemerintah tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, dimana di saat harga cabai sedang memihak petani, pemerintah ribut, sehingga harga jual anjlok,” ungkap Tresya Br Tarigan (46), petani cabai di desa Batukarang saat diwawancarai wartawan, Minggu siang (16/10).
Suara sumbang bernada kritik kepada pemerintah terlontar dari mulut Tresya, bukan tanpa sebab. Menurutnya, pemerintah jangan hanya tahu mencari solusi menekan harga di saat harga cabai mahal, sementara ketika harga cabai murah tidak ada lagi perhatian pemerintah mencari solusi untuk menaikkan harga, agar petani cabai tidak merugi. “Bahkan disaat petani risau, pemerintah terkesan diam,”bebernya.
Ia mengatakan, disaat harga anjlok, pihaknya sering dan memang sudah biasa menelantarkan lahan cabai atau komoditi lainnya, seperti kubis, kol atau kentang, karena tidak sesuai lagi biaya pemeliharaan dengan harga jual di pasaran. “Pernahkah pemerintah membuat solusi disaat musim panen tiba kami menelantarkan areal pertanian kami,”tanyanya.
Sementara, petani lainnya, Sungkun Bangun (52) mengaku, sebenarnya bertani sekarang ini tidak lagi menjanjikan. Walau harga sedang melambung jangan harap untung besar. Fluktuasi harga yang cenderung kurang menguntungkan bagi sebagian petani, mengakibatkan banyak petani di Tanah Karo nyaris frustasi dan banting stir di tengah derasnya arus perdagangan bebas di era globalisasi. Boleh jadi, bertani sayur mayur ibarat judi yang mengandalkan nasib dan rejeki.
Lebih jauh dikatakan, walaupun sekarang harga jual cabai sedang melambung, pihaknya merasa was-was juga, pasalnya harga jual berbagai komoditi pertanian sering fluktuatif mengikuti selera pasar. “Sementara sudah teramat biasa kita saksikan, pemerintah tidak berdaya. Ini yang kami khuatirkan. Buktinya, sekarang saja pasar swalayan dan tradisional sudah dibanjiri produk-produk pertanian asing, seperti kentang dari China, sehingga sangat memukul petani kentang local, ujarnya.
Menyinggung harga jual cabai di tingkat petani, Sungkun Bangun mengatakan Rp25.000-30.000 per kg. Perlu diketahui, dengan harga pestisida dan pupuk yang mahal, sebenarnya keuntungan kami tidak seberapa. “Pulang modal dan sedikit sisanya bisa menabung dan menyambung biaya hidup, sudah lebih dari cukup,” simpulnya.
Untuk itu kedua petani ini berharap, adanya campur tangan pemerintah dalam kondisi musim panen (over produksi), mencari solusi peningkatan harga cabai di pasaran, maupun memperluas jaringan pemasaran baik nusantara maupun manca negara. “Jangan hanya mencari solusi ketika harga melambung lantas mengimpor cabai dari luar negeri untuk menekan kenaikan harga cabai lokal. Sementara ketika harga cabai murah, tidak ada aksi nyata pemerintah dilapangan untuk mensejahterakan rakyatnya, ini bukti pemerintah tidak adil. Pemerintah melihat petani hanya sebelah mata,” ujarnya.(andalas/RTA/MBB/starberita)