Oleh : Khairul Ikhwan Damanik
Ketika daerah-daerah lain sibuk menata sistem informasi penanggulangan bencana, mencermati potensi bencana yang ada dan mensosialisasikannya kepada masyarakat dalam bentuk leaflet dan sebagainya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) justru terlihat tidak begitu antusias.
Sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di daerah lain sudah memampangkan peta risiko bencana melalui internet, BPBD Sumut justru tak punya laman atau website.
Pada zaman serba canggih sekarang ini, laman menjadi pondasi penting untuk penyebarluasan informasi. Tidak masanya lagi menyimpan peta risiko bencana di laci, atau jangan-jangan di gudang arsip. Sekarang, masanya menyebarluaskan semua potensi dan data bencana yang ada, sehingga masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah. Dengan begitu, masyarakat bisa menyadari secara dini, bencana alam apa yang mengancam di sekitar lingkungannya, sehingga dapat mengambil langkah-langkah antisipasi secara dini.
Tak usahlah terlalu jauh membandingkan diri dengan Federal Emergency Management Agency (FEMA) Amerika Serikat yang membuat sistem database bencana yang demikian lengkap, sehingga bisa diketahui potensi bencana alam apa saja yang ada di suatu jalanan kota dan desa dengan mengetikkan kode pos saja, melalui lamannya fema.gov. Cukup mensejajarkan diri dengan Jawa Tengah (Jateng) yang kini bergelut dengan bencana letusan Gunung Merapi. Melalui lamannya, bpbdjateng. info, BPBD Jateng sudah menyebarluaskan informasi kebencanaan kepada masyarakat umum, dan apa yang harus dilakukan ketika bencana terjadi, kendati laman ini masih belum dilengkapi dengan peta risiko bencana.
Sumut semestinya juga bergerak ke arah sana. Sekiranya dimulai sekarang, kondisinya masih belum terlambat. Provinsi ini memiliki potensi bencana yang demikian banyak. Gunung Sorik Merapi di Mandailing Natal masih berpeluang meletus, demikian juga Gunung Sinabung di Karo, sementara Bukit Lawang di Langkat masih bisa dilanda banjir bandang, angin puting beliung semakin sering terjadi, banjir tetap menjadi masalah, dan berbagai ancaman bencana alam lainnya. Masyarakat di semua daerah itu mesti tahu harus melakukan apa ketika bencana terjadi.
Sebenarnya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di jajaran Pemprov Sumut memiliki laman yang cukup informatif, misalnya sumutprov.go.id, Dinas Kesehatan melalui alamat diskes.sumutprov.go.id, Badan Pendidikan dan Pelatihan yang bisa diakses melalui badiklat.sumutprov.go.id. Ada juga yang tidak pernah diperbarui datanya seperti bapemmas.sumutprov.go.id yang dikelola Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa, serta bahanpang.sumutprov.go.id milik Badan Ketahanan Pangan. Ada pula yang tidak bisa diakses sama sekali seperti laman Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah diskopukm. sumutprov.go.id, dan Dinas Perhubungan dishubsu.com.
Penyediaan laman ini, baik dipelihara maupun tidak, setidaknya menunjukkan Sumut sudah ikut ambil bagian dalam era electronic government, atau e-government atau e-gov, merepresentasikan kehadiran di dunia maya.
Secara umum, layanan e-gov dibagi dalam empat tingkatan. Tingkat pertama, pemerintah mempublikasikan informasi kelembagaannya. Tingkat kedua, interaksi dengan masyarakat. Tingkat ketiga, masyarakat dapat melakukan transaksi dengan kantor pemerintahan secara timbal-balik. Sementara tingkat terakhir, integrasi di seluruh kantor pemerintahan sehingga masyarakat dapat melakukan transaksi dengan seluruh kantor pemerintahan yang telah mempunyai pemakaian database bersama.
Jika merujuk pada tingkatan ini, maka laman Pemprov Sumut, sumutprov.go.id, berada pada tingkatan yang pertama. Masih tahapan mempublikasikan seremoni kegiatan pejabat pemerintahan dan mengutip berita-berita media yang berhubungan dengan provinsi ini. Ada juga sedikit informasi tentang penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS), serta rencana pelaksanaan tender pekerjaan atau lelang. Walau masih sebatas ini informasi yang tersedia, ya tidak mengapa juga. Tinggal memperbanyak konten yang berhubungan dengan kebutuhan masyarakatnya saja, salah satunya, ya tentang bencana alam itu, sebab BPBD Sumut belum memiliki laman.
Informasi Bencana Alam
Informasi bencana alam ini harus tersedia sebagai bagian dari mitigasi bencana yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, yakni serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, seperti yang tertulis dalam UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Mitigasi bencana, sebagaimana termaktub dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 33/2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana, memiliki empat hal penting, yakni (1) tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana, (2) sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana, (3) mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan (4)
Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana.
Mitigasi menjadi penting, karena bencana alam seringkali tidak bisa diprediksi kejadiannya. Misalnya kejadian letusan Gunung Sinabung di Karo pada Agustus lalu. Letusan ini menandai perubahan kondisi alam yang tidak terduga. Masyarakat tidak punya persiapan menghadapi letusan gunung karena memang tidak punya pengalaman menghadapi bencana jenis itu dan tidak pula dipersiapkan menghadapi bencana tersebut.
Dalam kasus Sinabung, masyarakat di sekitar kaki gunung masih sempat mengungsi karena gunung itu memberi jeda. Dua hari sebelum meletus, Sinabung mulai menebarkan abu. Tetapi jika melihat apa yang terjadi di sana, mudah dipahami, masyarakat juga tidak tahu harus melakukan apa ketika abu mulai menyelimuti rumahnya. Kapan dan kemana sebaiknya mengungsi?
Satu-satunya yang jadi pedoman hanyalah arus massa yang menuju jambur-jambur (balai pertemuan adat) yang ada di Kabanjahe dan Brastagi, maka ke sanalah mereka mengungsi? Itu pun tidak semua, karena masih ada pula yang bertahan di perkampungan. Lebih mengutamakan menjaga rumahnya dari kemalingan, dibanding menyelamatkan diri dari kemungkinan terkena terpaan piroklastik atau awan panas yang suhunya bisa mencapai 1.000 derajat celcius dan dapat bergerak dengan kecepatan antara 10 hingga 100 meter per detik, bahkan lebih.
Sebelum letusan Agustus lalu, masyarakat di sekitar kaki Gunung Sinabung tidak pernah punya pengalaman menghadapi letusan gunung, jadi kemungkinan tidak punya gambaran seperti apa bahaya letusan gunung api. Kearifan lokal memang tak selamanya bisa diandalkan untuk mengatasi bencana, sebab bisa jadi kearifan yang dibutuhkan untuk menghadapi bencana itu tidak tersedia.
Itulah sebabnya, mengapa penyebaran informasi yang memadai dan dapat diakses dengan mudah, hendaknya menjadi pertimbangan utama BPBD Sumut saat ini. Perlu sesegera mungkin memaparkan sistem penanggulangan bencana daerah ini secara online. Internet sudah ada hampir di semua kecamatan, sehingga penyediaan informasi ini akan memudahkan langkah-langkah sosialisasi.
Jika tak punya anggaran untuk mendesain laman yang bagus dan berbayar, gunakan saja blog yang dapat dipergunakan dengan gratis dan kapasitas tak terbatas. Untuk isi, mungkin bisa merujuk pada laman fprb.wordpress. com milik Forum Pengurangan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta, yang memuat segala regulasi nasional maupun lokal, informasi terbaru, serta jaringan-jaringan penting dalam penanggulangan bencana. Jika memang Sumut sudah selesai menyusun Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana Provinsi Sumatera Utara, maka di blog itu juga disampaikan, agar semua khalayak bisa membacanya.
Mumpung belum ada bencana sekarang ini, maka sangat baik jika BPBD Sumut memulai langkah-langkah sosialisasi mitigasi bencananya. Sebarkanlah informasi secara luas, sehingga masyarakat mengetahui kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah ini. Agar semua dokumen penting itu tidak hanya tersimpan di laci meja kerja atau di gudang arsip.*** Analisa