Oleh Arbain Rambey (KOMPAS)
MENYADARI bahwa seseorang cuma sendirian di dunia ini, biasanya rasa kesepian akan muncul. Ini yang dialami Kebun Tarigan, pemusik tradisional Karo yang tinggal di Medan.
Namun, kesepian Tarigan bukanlah kesepian dalam arti sebenarnya karena ia tidak ditinggalkan siapa pun. “Kesepian” Tarigan-bahkan sudah menjurus menjadi “ketakutan”-timbul melihat kenyataan bahwa tinggal dirinyalah orang yang menguasai musik Limapuluh Kurang Dua dalam tradisi Karo.
“Apalagi usia saya sudah 71 tahun. Kalau tidak ada yang meneruskan, musik ini akan punah. Saya sudah cek ke mana-mana. Sudah tidak ada lagi orang yang menguasai musik ini,” kata Tarigan dengan prihatin.
Musik Limapuluh Kurang Dua adalah deretan lagu-lagu tradisional Karo yang hanya dilantunkan pada acara-acara besar seperti saat kematian raja atau dukun besar, juga peresmian rumah adat.
Nama musik ini memang aneh. Jumlah lagu yang dilantunkan memang 48, namun penyebutannya haruslah tetap begitu. Musik Limapuluh Kurang Dua.
“Lagunya tetap lima puluh sesungguhnya. Yang 48 dimainkan manusia, sedangkan yang dua lagi dimainkan roh-roh yang ada di alam semesta ini,” kata Tarigan dengan mimik sama sekali tidak bergurau.
Jadi, ini memang masalah budaya. Dalam hemat Tarigan, bila musik ini hilang, berarti hilang juga sebuah mata rantai kebudayaan Indonesia secara keseluruhan. Ditemui di rumahnya di ujung landas pacu Bandara Polonia Medan, Tarigan berusaha meyakinkan siapa pun bahwa kekayaan budaya harus dilestarikan dengan cara apa pun.
Di sinilah ketakutan Tarigan muncul. Ia tidak tahu bagaimana melestarikan Musik Limapuluh Kurang Dua di tengah dunia yang sudah hiruk-pikuk dengan lagu-lagu baru yang sangat berbeda dari lagu tradisi itu.
***
PROBLEM utama pada musik tradisional di Indonesia saat ini adalah pada masalah penotasiannya. Banyak musik tradisional sudah punah karena hanya diwariskan secara lisan, sementara peminat makin sedikit dan para pakarnya sendiri tidak menguasai teknik penotasian musik maupun teori tari yang mereka kuasai itu.
“Saya masih terus mencari murid, tetapi sampai sekarang belum ada yang mau saya ajari. Termasuk anak saya sendiri menolak,” papar Tarigan sambil menghela napas panjang.
Tarigan pun belajar musik Limapuluh Kurang Dua saat usianya sudah 30-an tahun pada awal tahun 1960-an. Waktu itu, seorang guru bernama Renda Sinuraya sedang mencari murid, dan Tarigan menerima uluran tangan sang guru.
“Saya jadi murid saat sudah punya anak-istri. Saya mau menjadi murid karena tergetar pada kemagisan musik ini,” papar Tarigan. Kompas pun merasa serasa di alam lain saat mendengar Tarigan memainkan sepotong musik Limapuluh Kurang Satu dengan satu serunai saja.
Menurut Tarigan, saat ini generasi muda Indonesia cenderung menyukai musik modern yang mudah dicerna tanpa banyak merenungkannya. Saat ini, pada acara Karo apa pun, umumnya alat musik keyboard yang dipakai dengan lagu-lagu pop dinyanyikan sambil bergoyang.
“Tanpa ingin menyalahkan aliran musik apa pun, kenyataannya generasi sekarang tidak pernah mau repot terlibat dengan musik tradisional yang sering mereka sebut kampungan dan ketinggalan zaman,” jelas Tarigan.
Kalaupun ada orang yang tertarik belajar musik Limapuluh Kurang Dua saat ini, orang itu pun pasti akan terbentur pada masalah waktu. Mempelajari musik ini sungguh butuh konsentrasi yang luar biasa tinggi. Semua lagu harus dihapal luar kepala karena memang belum ada notasi untuk itu.
Secara total, musik Limapuluh Kurang Dua membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk menyelesaikannya. Ada beberapa jeda di antara lagu-lagu itu, dan jeda-jeda ini pun sudah ada standarnya.
“Untuk mempelajarinya jelas butuh waktu lama. Walau diturunkan secara lisan, musik ini punya pakem yang tetap dan tidak boleh dimodifikasi,” jelas Tarigan.
MUSIK Limapuluh Kurang Dua memang sebuah repertoir rumit. Selain harus didahului dengan sesajen yang terdiri dari beras, sirih, tikar, pisau, uang dirham (koin emas), dan kain putih, para pemainnya pun harus menyiapkan diri secara mental. Ada pemusik pengiring yang berpuasa dulu sebelum memainkan musik ini.
“Pada suku lain pun ada musik yang tidak bisa dimainkan sembarangan. Saya dengar di Keraton Solo ada gamelan dan juga tari yang hanya dimainkan pada saat-saat khusus,” ujar Tarigan.
Setiap memainkan musik Limapuluh Kurang Dua, Tarigan yang memainkan serunai buatannya sendiri akan diiringi dua buah gendang, sebuah gong besar dan sebuah gong kecil. Serunai mengeluarkan bunyi dari getaran daun kelapa hijau yang dijepit di bibirnya.
Ada beberapa tahapan dalam memainkan musik Limapuluh Kurang Dua. Seluruh tahapan menggambarkan alam semesta, memadukan segenap elemen yang ada, serta menggabungkannya dengan kehidupan secara total dalam delapan penjuru angin.
Tahapan pertama adalah tahapan Persentabin atau pembukaan yang terdiri dari sembilan lagu. Tahapan ini adalah penghormatan kepada segenap hadirin dan alam semesta.
Tahap selanjutnya adalah Perang Belin yang terdiri dari empat lagu, lalu tahapan Ndungu Gendang Sipitu yang sesuai namanya terdiri dari tujuh lagu.
Disusul kemudian dengan Ndudu yang terdiri dari tujuh lagu, Pekekeken yang terdiri dari sembilan lagu, Gendang Guru yang terdiri dari tujuh lagu, serta ditutup dengan Katonengkatoneng sampai selesai.
***
BELUM lama ini Tarigan agak bernapas lega. Seorang tokoh masyarakat Karo, Darwan Perangin-angin, sudah merekam musik Limapuluh Kurang Dua ini ke dalam pita magnetik. Menurut rencana, Darwan akan memindahkan rekaman magnetik itu ke cakram compact disk agar lebih awet dan bisa disebarluaskan.
“Tetapi, saya tetap khawatir. Rekaman itu tidak mengajarkan apa-apa. Orang tidak bisa belajar musik ini dari sekadar mendengarkan. Ada teknik yang harus dipelajari dengan tatap mata kepada gurunya,” kata Tarigan.
Untuk menyambung rekaman ini, Darwan Perangin-angin berencana merekam dengan pita video agar bisa terekam pula teknik-teknik peniupan serunai. Bagi Tarigan, setidaknya rekaman ini adalah sarana mencegah kepunahan musik Limapuluh Kurang Dua.
“Barangkali nanti ada ahli musik yang bisa menotasikannya. Saya harapkan agar musik ini bisa dimainkan sampai kapan pun dari notasi itu,” kata Tarigan setelah mendengarkan rekaman permainannya.
Kini, sambil tetap berharap agar ada orang mau belajar musik Limapuluh Kurang Dua, Tarigan melakukan berbagai upaya dengan caranya sendiri agar musik Karo tidak punah. Mantan tukang cukur dan pensiunan guru ini setiap hari terus membuat alat musik serunai.
Berbahan kayu selantam, cangkang bulus, dan daun kelapa hijau, setiap tiga bulan ia menghasilkan sebuah serunai halus. Umumnya serunai buatan Tarigan dibeli pemusik-pemusik tradisional yang jumlahnya juga sudah tidak banyak lagi saat ini.
“Saya cinta sekali pada musik Karo. Segala upaya akan saya lakukan agar dia lestari,” kata Tarigan. (ARBAIN RAMBEY)
Sumber : karosiadi
Tambahan
Komposisi Gendang Lima Puluh Kurang Dua
1. Perang-perang Alep Empat Kali
2. Gendang Pendungi
3. Gendang Sunkun Berita Alep Empat Kali
4. Gendang Perang-siperangen
5. Gendang Terus Perang
6. Gendang Pendungi
7. Gendang Ngelingkah Alep Empat Kali
8. Gendang Umang
9. Gendang Pemungkah
10. Gendang Sual-Sual
11. Gendang Siempat Terpuk
12. Gendang Angki-angki
13. Gendang Cak Gugung
14. Gendang Lingga Alep Empat kali
15. Gendang Dumai
16. Gendang Jawi Guru
17. Gendang Pendarami
18. Gendang Sabung Katukup
19. Gendang Katoneng-Katoneng
20. Gendang Kata Teman
21. Gendang Begu Deleng
22. Gendang Diden-diden
23. Gendang Didong-didong
24. Gendang Musuh Suka
25. Gendang Perang Malesa
26. Gendang Empet-Empet
27. Gendang Tembut
28. Gendang Kuda-kuda
29. Gendang Pemuncak
30. Gendang Arimo Ngajar Bana
31. Gendang Tambuta
32. Gendang Kaba-kaba
33. Gendang Tampul-tampul Biang
34. Gendang Pagar
35. Gendang Tungkat
36. Gendang Peselukken
37. Gendang Silengguri
38. Gendang Kelayaren
39. Gendang Toba
40. Gendang Pak-Pak
41. Gendang Pedah-Pedah
42. Gendang Perang Balik
43. Gendang Balik Sumpah
44. Gendang Balik Gung
45. Gendang Pendungi
46. Gendang Mulih-mulih
47. Gendang Teger Rudang
48. Gendang Jumpa Malem
Leo Perangin angin says
Sedikit info bahwa Bulang saya yg bernama Jusup perangin angin penarune legendaris juga masih menguasai gendeng 50 kurang 2 secara teknis tapi berhubung umur Bulang saya sudah menginjak usia 80 tahun Bulang Jusup perangin angin tidak lagi pernah narune karena sudah tidak sanggup SEDIKIT INFO kalau mau liat rekaman sarune Bulang saya liat di channel YouTube Karo siadi bujur ras mejuah juah
Ray ginting says
Ija nge bulang enda tading bang???
Jumpa ate ras ia bang
satria ginting says
ija nge gundari bulang enda tading bg?
satria ginting says
lit nge gundari bulang enda tading bg?