Jeruk impor diyakini masih akan menyerbu pasar Indonesia akibat masih rendahnya kualitas jeruk petani lokal. Apalagi sebagai negara pengimpor jeruk peringkat dua di ASEAN, setelah Malaysia, Indonesia harus siap dengan gempuran jeruk Kino asal Pakistan, yang pada tahun 2012 dipastikan akan melenggang bebas masuk ke Indonesia setelah sebelumnya jeruk Mandarin yang menguasai pasar.
Adanya perdagangan bebas terbatas atau Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia dengan Pakistan, mau tidak mau membuat persaingan perdagangan jeruk, khususnya di Sumatera Utara semakin ketat.
Tawaran untuk memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk jeruk, termasuk produk dari Kabupaten Karo, menurut Wakil Menteri Pertanian RI, Rusman Heriawan, mungkin dilakukan dalam waktu dekat.
Ia yang ditemui usai rapat internal dengan Dinas Pertanian Sumut di Garuda Plaza Hotel Medan, Kamis (8/12), mengakui, tidak mudah memberikan label SNI yang selama ini kebanyakan dipatenkan untuk produk industri saja.
Sebenarnya, tambahnya, pihaknya tidak ingin terlalu campur tangan dengan keadaan komoditi yang sudah masuk ke market. Tapi karena banyak importir yang menikmati bisnis impor buah-buahan dan sayuran ini, memaksa pihaknya turun tangan mengatur kembali persaingan.
“Semua perlu waktu. Sekarang memang deras sekali isu impor di Sumut. Sebenarnya publik keliru, karena menganggap itu urusan pemerintah. Padahal seharusnya kita hanya isu strategis. Kalau jeruk, selama mekanisme pasar berjalan ya tidak apa-apa. Tapi karena sudah mengancam, kita akan lakukan pengetatan. Jangan sampai jeruk, bawang merah, kentang, juga diimpor lah. Kasihan petani di Sumut,” ungkapnya.
Pemberlakukan SNI wajib ini tidak bisa secepatnya karena harus memacu kesiapan produk sejenis di dalam negeri. Ia berharap dilakukan juga peningkatan kapasitas petani jeruk di Sumut dengan mengatur kembali proses penanaman, pemupukan hingga pasca panen. Caranya bisa dilakukan dengan memberlakukan penyeragaman bibit unggul dan persiapan lahan yang baik.(ers) (tribunnews)
Leave a Reply