• Skip to primary navigation
  • Skip to main content
  • Skip to primary sidebar

Portal Berita Karo

media komunikasi Taneh Karo, sejarah budaya Karo.

  • Home
You are here: Home / Archives for Seni dan Budaya / Seniman Karo

Seniman Karo

Jusup Sitepu : Seniman Karo Fenomenal dan Legendaris

23 September 2011 by karo Leave a Comment

Seniman Karo Fenomenal dan Legendaris
Julianus P Limbeng

Tahun 1992 ketika pertama sekali lagu saya masuk ke dapur rekaman, di studio Nada Tara Medan saat itu, disanalah pertama sekali saya bertemu langsung dengan Jusuf Sitepu dan Ermawati br Karo. Setelah itu saya tidak pernah lagi bertemu langsung dengan beliau hingga ia meninggal dunia. Namun beliau bagi saya merupakan seniman Karo yang cukup fenomena dan legendaries. Ia tidak hanya mewarnai dan memberikan nuansa baru terhadap kesenian Karo, tetapi menjadi ikon dan sangat popular pada jamannya.

jusup sitepu“Sangana berngi nake i Jogjakarta Kuinget lalap seh kal jilena bage Oh Kristina.. Ohhh.. KristinaBeru Jawa-ngku …” Demikianlah salah satu syair lagu yang pernah cukup populer di masyarakat Karo. Tahun-tahun 70-an hingga 80-an, orang Karo tak ada yang tak kenal dengan Jusup Sitepu. Meskipun penampilannya sederhana dan terkesan urakan, namun dari dia telah muncul berbagai lagu yang tidak hanya mewarnai seni suara Karo, tetapi juga memberikan ciri khas tersendiri.

Jusuf Sitepu dilahirkan di Desa Batu Karang, Tanah Karo bertepatan dengan hari Natal, 25 Desember 1947 dari pasangan Mangsi Sitepu dan Tandangen br Peranginangin. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini mengenyam pendidikan SD hingga SMP di Batu Karang, SMA di Pancur Batu, dan selanjutnyua pada tahun 1967 melanjutkan studinya (kuliah) di Yogyakarta. Sewaktu kecil, Yusuf Sitepu telah menampakkan bakat seninya. Oleh sebab itu ia dibelikan gitar bermerk Kapok saat itu.

Demikian juga ketika studi di Yogyakarta, ia juga pernah memenangkan sayembara lagu Karo memperebutkan piala Letjend Jamin Gintings. Namun kulaihnya di kota gudeg tersebut tidak diselesaikannya, dan pada tahun 1968 ketika ia mudik tahun baru, ia tidak pulang lagi ke Yogyakarta, malah ia berbaur dengan pemuda sebayanya membentuk sebuah grup band “The Giant Group”. Awalnya gup musik ini tidak mempunyai alat musik. Kala ada tawaran main musik, maka mereka akan menyewa peralatan dari Kabanjahe.

Penampilan mereka mendapat sambutan hangat dari setiap mana tempat mereka manggung. Maklumlah, dengan apa adanya mereka menampilkan kebolehannya, sehingga hal itu menjadi ciri khas grup band Karo ini, terutama melodi-melodi gitar yang dimainkan oleh Jusuf Sitepu. Meskipun merasa berat anaknya berkarir di musik, ditambah karena sifat Jusuf dimata orang tuanya kurang disiplin, namun akhirnya orang tuanya membelikannya separangkat alat band. “Supaya dia tidak kecewa”, kata orang tuanya saat itu, karena sebagai anak bungsu Jusuf Sitepu cukup manja.

Kuta Pernampen merupakan tempat show perdana mereka dari alat band baru tersebut , yaitu pada tanggal 11 November 1968. Pernampen yang terletak di atas bukit dengan pemandangan cukup indah. Menurut intuisi Jusuf Sitepu beserta rekannya Riwanda Sebayang, tidak akan ada yang menandingi (selamanya di atas dan top). Personil The Giant Group saat itu adalah Jusuf Sitepu (Melodi sekaligus penyanyi), Akum Tarigan (Bass), Fransius Surbakti (Ritem), Metehsa Surbakti (Drum), Elia Rosa br Bangun dan Karolina br Purba (vokalis), Riwanda Sebayang (MC).

Sejak penampilan mereka di Pernampen, maka undangan untuk manggungpun terus berdatangan. “Tiada hari tanpa musik”’ demikian kata Jusuf Sitepu saat itu dimana perahtiannya kepada rekan-rekannya dirasakan cukup besar. Sehingga karismanya di dunia musik Karo semakin hari semakin besar. Lagu-lagu yang dibawakannya seperti Onggar-Onggar, Ole-Ole, Yogyakarta, Mahdalena, Sarudung Erdoah-doah, dan sebagainya cukup populer pada masyarakat Karo.
Jusuf Sitepu juga ikut ambil andil menempa regenerasi dalam dunia seni Karo. Setidaknya ia ikut menempa artis Karo lain seperti Ulina br Ginting, Bahagia Surbakti, Elia Rosa br Bangun, Ermawati br Karo, Rusti br Sembiring, dan juga anaknya sendiri Mery Susanna br Sitepu.

Jusuf Sitepu mengakhiri masa lajangnya dengan mempersunting Elia Rosa br Bangun pada tahun 1973. Dan pada tahun 1975 lahir putri mereka Mery Susanna br Sitepu. Namun badai menerpa kehidupan rumah tangga mereka berakhir pada tanggal 3 Maret 1978 di Pengadilan Negeri Kabanjahe. Tahun 1990 Jusuf Sitepu menikah lagi dengan Eliana br Ginting dan dikaruniai dua orang anak Angelia br Sitepu dan You Ananda Sitepu.

Karir Jusuf Sitepu tidak hanya mencipta dan melantunkan lagu-lagu Karo, tetapi tahun 90-an dia juga pernah ikut dalam pentas nasional dengan membawakan lagu-lagu dangdut di Jakarta. Pada tanggal 24 November 1997 dini hari, Jusuf Sitepu terserang stroke dan dibawa ke rumah sakit, namun jiwanya tidak tertolong lagi. Beliau pergi membawa damain menghadap Bapa di Sorga. Tiada lagi isak tangis dihatinya. Selorohnya masih membekas: “Andai aku nanti mati tak usah dikubur, biar anjing melolong memperebutkan tulang-belulangku, dan lalat menari-nari disekujur tubuhku, karena aku adalah manusia yang dilumuri dosa. Hanya pesanku kepada kawan seniman: Berbahagialah dengan ketiadaanmu! Jangan sesali alammu yang berkabut. Sesungguhnya penghibur dihatimu tak pernah terhibur dan tertidur. Selagi murai masih berkicau menyongsong sang mentari. Wahai Seniman ciptakanlah dia menjadi lagu, dan usah harapkan puja dan puji. Walau secuil.., engkau telah mempersembahkan apa adanya”. Kini Jusuf telah tiada, dan ada hasrat untuk memberikan sesuatu bagi Sang Legendaris Karo ini.

Selayaknyalah masyarakat Karo mengapresiasi beliau dalam berbagai bentuk, termasuk mendukung upaya pembangunan monumen/ makam Alm. Jusuf Sitepu yang akan dilakukan oleh panitia saat ini, yaitu Ir. Wisma Sinulingga (Ketua Umum), Arapenta Ginting (Sekretaris Umum), Mery Susanna br Sitepu (Bendahara Umum) dan dilengkapi dengan seksi-seksi. Dukungan itu bisa sifatnya moril, namun juga sangat berarti dukungan materil berupa dukungan dana untuk mewujudkan pembangunan monumen/ makam almarhum Jusuf Sitepu.

Jabatin Bangun (Panitia) bangun mengatakan “Jusuf Sitepu merupakan milik orang Karo, namun kondisi kuburannya saat ini menyedihkan di daerah Binjai, oleh sebab itu ada rencana membangun dan memindahkan kuburannya ke Batu Karang.” Lebih lanjut juga dikatakan bahwa dukungan warga Karo sangat diharapkan, mengingat dia juga banyak berbuat untuk Karo, khususnya kesenian Karo, kata salah Ketua Dewan Kesenian Jakarta dan Dosen Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta ini. Dana yang dibutuhkan untuk mewujudkan pembangunan monumen/ makam ini adalah Rp. 256 juta yang meliputi pembelian tanah, monumen dan patung, upah tukang, pagar dan instalasi listrik. Bagi masyarakat Karo yang merasa terpanggil untuk memberikan sumbangan dapat disampaikan ke Rekening Panitia, Mandiri Tasbi Medan. No. 105-00-0791575-8, an. Mery Susanna Sitepu.

sumber : http://xeanexiero.blogspot.com/2009/07/obituari.html

NB : lagu Yogyakarta dari Jusup Sitepu bisa didengarkan di http://lagu.karo.or.id/jusup-sitepu/yogyakarta/

Filed Under: Seniman Karo Tagged With: jusup sitepu

Djasa Tarigan Maestro Musik Karo

13 June 2011 by karo 2 Comments

DJASA tariganDisambut sepi di dalam negeri, tak membuat Djasa Tarigan berhenti bergelut di kesenian tradisional Karo. Eksistensi sebagai putra daerah justru mendapat berbagai penghargaan dari negeri orang.
Pada “3rd International Rondalla Festival Querdas sa Pagkakaysa di Tagum City Philipina”, 12-19 Februari lalu Djasa Tarigan kembali dianugerahkan gelar Maestro Kulcapi Karo. Penghargaan itu diserahkan setelah penampilannya yang dianggap luar biasa oleh seluruh peserta.
Pada penampilannya itu, Djasa Tarigan memainkan lagu “Penganjak Kuda Sitajul” dengan kulcapi. Lagu itu mengisahkan cerita tradisional pada masyarakat Karo tentang seorang panglima pada masa peperangan dengan pasukan Aceh. Panglima tadi kemudian tewas ditembus peluru. Sebagai penghargaan masyarakat menggelar acara setiap tahunnya. Pada acara itu masyarakat meyakini arwah sang panglima hadir lewat suara kulcapi yang dipetik.
“Menurut seorang Maestro di Filipina itu, dia belum pernah mendengar efek suara seperti yang saya mainkan dari alat musik petik yang pernah ditemuinya di berbagai belahan dunia ini. Karena memang kulcapi bisa menimbulkan efek suara unik bila dimainkan menempel di kulit,” tuturnya.
Sebelumnya 2000 ayah dari Rocky Tarigan (25) dan Yanto Tarigan (21) ini dianugerahi gelar Maestro dari pabrikan elektronik asal Jepang, Technics. Gelar itu diberi berkat ide memprogram suara-suara dari musik tradisi masyarakat Karo untuk dimainkan pada keyboard. Ide yang bahkan belum terpikir oleh negeri yang menjadi raja elektronik itu.
Begitu juga dengan gelar maestro pertama yang diraihnya di Belanda. Gelar yang dianugerahkan karena keberhasilan membuat alat musik terpanjang di dunia. Ketika itu Djasa membuat keteng-keteng, alat musik tradisional Karo yang terbuat dari bambu sepanjang sembilan meter. Atraksi saat memainkan alat musik ciptaannya tadi mendapat aplaus dari peserta kegiatan yang digelar di Leiden University Belanda 2001 silam.
Namun semua itu tidak diraih dengan mudah bahkan tidak jarang harus menguras kantong pribadinya. Belum lagi pergolakan batin karena keinginan mengembangkan kesenian tradisional Karo justru membuatnya mundur dari bangku kuliah. Juga kerakusan masyarakat yang keliru melihat karyanya.
Lahir di Kabanjahe 19 Oktober 1963, Djasa kecil juga mewarisi bakat seni dari keluarga yang memang seniman. Untuk mengasah kemampuannya, Djasa berguru pada seniman tradisional Karo, Tukang Ginting (Alm) di Berastagi. Setelah menamatkan pelatihan, anak keenam dari 10 bersaudara ini bergabung dengan grup musik tradisi dan bermain di Hotel Bukit Kubu Berastasi sejak 1982.
Permainan alami yang diperlihatkan ternyata mendapat perhatian dari AP Pasaribu yang kala itu Rektor Universitas Sumatera Utara dan Rizaldi Siagian yang menjabat Ketua Jurusan Etnomusikologi USU. Djasa pun ditawarkan sebagai dosen musik Karo di kampus tersebut. “Setahun juga baru saya kasih jawaban dan itulah jalan saya ke Kota Medan,” kenangnya.
Perkembangan di dunia hiburan kala itu membuat Djasa yang juga aktif bermain musik di pesta-pesta masyarakat Karo sedikit kewalahan. Permintaan pun tidak lagi lagu tradisi semata juga lagu dangdut hingga lagu asing yang tidak mungkin diiringi dengan instrumen tradisional. Maka, mulai 1988 dirinya mengadopsi keyboard mendampingi alat musik tradisi yang tetap dipertahankan.
Inisiatif tadi terus menerus memberinya undangan bermain keliling Indonesia. Tidak itu saja, dirinya bahkan menjadi inspirasi puluhan grup musik Karo di sekitar kawasan Padang Bulan. Berlanjut pada membuat program suara masing-masing instrumen tradisional Karo ke dalam keyboard. Ide yang di satu sisi positif karena membuka lapangan pekerjaan sebagai pemain keyboard sekaligus berdampak negatif dan menyesakkan dada.
“Ide itu mendapat tentangan dari pemerintah dan kampus. Karena sekarang semua acara adat sekalipun hanya menggunakan keyboard. Tidak ada lagi alat musik tradisional yang memiliki interval nada berbeda dengan musik barat pada keyboard. Sekalipun orientasinya pada bisnis tapi situasi ini jauh dari gambaran saya dulu,” tutur pria single parents ini.
Djasa kemudian memutuskan berjalan sendiri memperkenalkan musik tradisional Karo. Bersama sahabatnya yang juga etnomusikolog Irwansyah Harahap mereka mengibarkan sansaka Merah-Putih dan menyanyikan Indonesia Raya di berbagai belahan dunia. Semua itu membuktikan bagaimana kebudayaan negeri ini sudah seharusnya mendapat perhatian pemerintah. Penghargaan yang tulus akan karya sang maestro pun diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Yusuf Kala di Istana Negara 2005 lalu. (jul)

Djasa Tarigan
Lahir : Kabanjahe, 19 Oktober 1963
Istri : Rosnala Br Barus (Alm)
Anak : Rocky Tarigan (25), Yanto Tarigan (21)
Alamat : Jalan Bunga Herba II No.26 Medan
Jabatan : Pemilik Djast Entertaiment
Penghargaan : Maestro Musik Karo di Leiden University Belanda 2000
Maestro dari Technics di Osaka Jepang 2001
Maestro Kulcapi Karo di Manila 2011
Karya : Program instrumen tradisional Karo pada keyboard 1986
Keteng-keteng terpanjang di dunia 2001
Konser Budaya Karo “Semalam di Tanah Karo” di Pardede Hall 2004

sumber

Filed Under: Seniman Karo Tagged With: seniman karo

Primary Sidebar

Darami Artikel

Simbaruna

  • Update Kamus Karo Online
  • Aplikasi Android Kamus Karo bas Play Store
  • Salah Penggunaan Istilah Untuk Orang Karo
  • Persiapen Perjabun Kalak Karo
  • Aplikasi Lirik Lagu Karo Bas Android

Komentar

  • Leo Perangin angin on Kebun Tarigan dan Gendang Lima Puluh Kurang Dua
  • karo on Website Kamus Karo Online
  • Myna on Gelar Uru-urun Merga ras Beru Kalak Karo
  • Myna on Gelar Uru-urun Merga ras Beru Kalak Karo
  • Apinta perangin angin on Budaya Karo dalam Ekspresi Seni Lukis Modern Rasinta Tarigan

Categories

RSS Lagu Karo

  • La Kudiate
  • Percian
  • Rudang Rudang Sienggo Melus
  • Sayang
  • Nokoh

RSS Dev.Karo

  • Radio Karo Online v2.9
  • Kamus Karo v.1.2
  • Update Radio Karo Online 2.4
  • Bene bas Google nari
  • Aplikasi Lirik Lagu Karo Bas Android
  • Relaunching Situs Sastra Karo
  • Traffic Mulihi Stabil
  • Upgrade Server Radio Karo

Copyright © 2025 · Genesis Sample on Genesis Framework · WordPress · Log in

  • Home