• Skip to primary navigation
  • Skip to main content
  • Skip to primary sidebar

Portal Berita Karo

media komunikasi Taneh Karo, sejarah budaya Karo.

  • Home

Ikan Nila Saos Cikala Khas Karo, Disenangi Bule

19 October 2011 by karo Leave a Comment

Ikan Nila Saos Cikala

Jika anda ingin menikmati masakan khas Karo, datang saja ke Restoran Sunrise yang terletak di Kompleks Green Hill, Desa Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit. Restoran yang dikelola oleh Jasman dan istrinya Arum Sari, menyuguhkan masakan tradisional khas Karo. Bukan hanya masakan tradisional saja, masakan dari luar negeri juga tersedia di sini, seperti Chinese Food, dan Japanese Food.

Dari menu yang tersedia di restoran Sunrise, ada makanan yang paling digemari oleh para penggila kuliner, yaitu ikan nila saos cikala. Hal ini dikatakan oleh Jasman pengelola restoran. Jasman mengatakan, menu ikan nila saos cikala adalah masakan khas Karo. “Yang membuat pengunjung tertarik dengan makanan ini karena ada campuran buah asam cikala, yang membuat makanan ini menggugah selera,” terangnya.

Jasman menjelaskan, selain pengunjung lokal, turis asing juga senang dengan ikan nila saos cikala ini. “Para bule senang sekali dengan menu ikan nila saos cikala, karena rasanya yang asam, manis, juga ada pedasnya. Jadi masakan ini benar-benar masakan khas Karo tulen,” ujarnya.

Selain mempunyai menu makanan andalan, restoran ini juga menyuguhkan minuman air kelapa muda, yang membuat pengunjung menjadi tambah berselera. Harga makanan dan minuman di restoran ini, juga cukup terjangkau oleh kantong. Jika anda memang benar sebagai pecinta wisata kuliner, datang saja ke restoran Sunrise. (BSC 07)

Filed Under: Kuliner Tagged With: masakan, pangan

Bertarung ke Puncak Petarung

19 October 2011 by karo Leave a Comment

mendaki gunung sinabung
“Awas batuuuuu…,” teriakan keras itu memecah malam sunyi. Dengan bantuan sinar senter, mata liar mencari arah jatuhan batu. Badan bergeser ke tubir tebing, sementara tangan erat mencengkeram akar pepohonan.

Tiba-tiba terdengar suara tak kalah keras, “Aduuuh.” Salah seorang porter, yang berada beberapa langkah di depan, rupanya terlambat menghindar. Tangannya terbentur batuan longsor. Untung hanya terluka kecil.

Walau “hanya” berketinggian 2.460 meter di atas permukaan laut, pendakian ke Sinabung tidaklah mudah. Batuan rapuh, cadas licin berselimut lumut, dan tanjakan berkemiringan 75 derajat menemani perjalanan, 26 Juli lalu. Demi mengejar matahari terbit di puncak, perjalanan malam pun ditempuh.

Lau Kawar

Sehari sebelum pendakian, Puncak Sinabung diselimuti asap tebal. Digolongkan sebagai gunung api Tipe B—karena tak aktif sejak tahun 1600—Sinabung tiba-tiba meletus, 29 Agustus 2010. Letusan itu menaikkan status Sinabung menjadi Tipe A dan dipantau intensif.

Letusan itu juga menumbuhsuburkan ritual terkait gunung. Jejak ritual berupa sesaji terlihat di sepanjang jalur pendakian, biasanya berupa jeruk peras, daun sirih, dan rokok.

Pendakian diawali dari Danau Lau Kawar. Danau seluas 200 hektar yang siang hari begitu indah berubah misterius pukul 00.30. Pikiran pun melayang pada legenda danau tersebut.

Konon, sebelum jadi danau, Lau Kawar merupakan lahan pertanian. Hiduplah satu keluarga petani. Silih berganti anggota keluarga menunggu ladang, hingga siang itu tiba giliran sang nenek. Sebagaimana biasa, cucunya, Kawar, mengantarkan makanan.

Namun, dalam perjalanan, Kawar kelaparan. Tanpa pikir panjang disantapnya jatah nenek hingga tersisa tulang. Nenek kecewa ketika menemukan bekalnya tanpa lauk-pauk lagi.

Sambil menangis, ia berkata, “Daging pun aku sulit mengunyah, kenapa cucuku tega memberi tulang. Seakan aku tidak berguna lagi di dunia.”

Seketika itu juga hujan lebat turun, disertai petir. Banjir melanda, menenggelamkan Kawar, nenek, dan lahan pertanian sehingga terbentuklah danau yang dinamakan Lau Kawar.

Moral cerita ini barangkali untuk mengingatkan agar menghormati orang tua dan jangan serakah. Namun, di baliknya ada upaya merekonstruksi penciptaan danau. Antropolog dari Universitas Pittsburgh, Pamela J Stewart dan Andrew Strathern, dalam Landscape, Memory and History: Anthropological Perspectives (2003) menyebutkan, formasi alam yang unik, seperti gunung, danau, dan sumber air panas, kerap dikeramatkan. Pantangan dibuat demi menghormati ruang sakral itu.

“Saat mendaki Sinabung, tak boleh berpikir dan berucap kotor, membakar babi atau anjing, karena akan mendatangkan bencana,” kata Sidarta, pemandu pendakian.

Bagi orang Karo, Sinabung bukan sekadar gunung. Dia juga ruang spiritual, yang jejaknya terekam dari sejumlah sesajen di jalur pendakian. Antropolog dari Universitas Sumatera Utara, Sri Alem Sembiring, mengatakan, orang Karo percaya tendi yang mengisi alam semesta. Ritual dilakukan jika terjadi ketidakseimbangan antara tubuh dan tendi. Keseimbangan alam terganggu jika inti kehidupan, seperti tanah, air, dan udara, terusik. Ritual berfungsi menjaga keseimbangan makrokosmos agar tidak terjadi bencana.

Sang petarung

Bertolak dari tepi danau itu, kami mendaki ke puncak. Tidak banyak yang dilihat lantaran gelap. Satu jam mendaki, pepohonan lebat dengan akar menghalangi digantikan bebatuan cadas yang terbentuk dari lelehan lava. Jalan semakin terjal.

Batu-batuan longgar dengan mudah tercongkel dan gugur. Sebelum berangkat, petugas pos pemantauan Sinabung, Armen Putra, mengatakan, aktivitas Sinabung stabil dan aman didaki. Hanya saja, pendaki harus berhati-hati dengan kemungkinan runtuhan batu. Sinabung memang tak bisa diremehkan. Selain jalan terjal, bebatuannya pun rapuh dan mudah longsor.

Tak heran, Sinabung disebut “gunung petarung”. “Ada kepercayaan, jika mau sukses dalam hidup, dakilah Sinabung,” ujar Ita Sembiring, budayawan Karo.

Tiga setengah jam mendaki, kami tiba di area lapang, hanya 10 meter dari puncak. Hari masih gelap. Kami tiba satu jam lebih awal dari jadwal. Kabut tebal turun. Angin menderu kencang, membawa gigil dingin. Kami menunggu di tanah lapang itu, menggelar mantel dan membungkus tubuh dengan pakaian tebal yang dibawa.

Pukul 05.30, langit tetap gelap. Setengah jam berlalu, suasana tak berubah. Kami memutuskan menuju puncak. Berdiri di Puncak Sinabung, seperti tegak di atas awan. Matahari nyaris tak terlihat, bersembunyi di balik kabut. Kami bertahan, menunggu alam bermurah hati membuka diri.

Hanya sekelebatan kabut menyingsing. Tak cukup memberi waktu untuk mengabadikan panorama menawan.

Sinabung memberi kami pelajaran penting, gunung ini sulit diduga dan tak boleh diremehkan. *kompas

Filed Under: Pariwisata Tagged With: gunung sinabung

Perayaan Hari Perempuan Pedesaan Diperingati

19 October 2011 by karo Leave a Comment

Sebanyak 247 peserta mewakili berbagai kelompok perempuan dan LSM pendamping perempuan di Sumatera utara memperingati Perayaan Hari Perempuan Pedesaan Senin (17/10) di Medan.

Hari Perayaan Perempuan Pedesaan ini disatukan dengan Hari Penghapusan Kemiskinan Sedunia dengan tema “Tingkatkan akses perempuan pedesaaan terhadap fasilitas dan layanan kesehatan yang berkualitas dan murah”.

Kegiatan yang difasilitasi PESADA dan HAPSARI yang merupakan LSM/ORNOP penguatan perempuan ini juga menghadirkan tiga utusan pemerintah sebagai institusi pelayanan untuk Perempuan, Pedesaan dan Kesehatan. Mereka adalah Emmy Suryani Lubis, SH MAP (Biro Perempuan SUMUT), Cut Diana Mutia, SKM (Dinas Kesehatan SUMUT), dan Marzuki,MAP (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa SUMUT).

Sedangkan pembicara tahap kedua ditampilan sebanyak 6 orang perwakilan perempuan pedesaan yakni Tioma Manalu dari Credit Union (CU) Pesada Perempuan unit Aek Sibundong, Dolok Sanggul, Firmauli Limbong dan Sarmaulina Sitanggang mewakili Serikat Perempuan untuk Keadilan (SPUK) dan Sarah (Ketua CU Hapsari Sehati),Betseba (SPI Tanah Karo), dan Siti Khadijah (SPI Deli Serdang).

Para pembicara dari utusan pemerintah mengedepankan upaya dan peran negara untuk memberdayakan perempuan di dalam bidang kesehatan, ekonomi dan pendidikan. Sedangkan enam orang perwakilan perempuan yang berasal dari dampingan PESADA dan HAPSARI menyoroti minimnya pelayanan kesehatan di pedesaan dan buruknya kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah.(tosim/suarakomunitas)

Filed Under: Berita Baru Tagged With: perempuan

Berastagi Segera Miliki Perpustakaan Buku

19 October 2011 by karo Leave a Comment

Peluang untuk membuka jendela dunia  lebih lebar, diharapkan akan terwujud melalui  perpustakaan  buku. Pencerahan cakrawala berfikir   melalui panduan sejumlah  cetakan penerbit, tentunya akan menambah wawasan warga Berastagi sekitar, khususnya pelajar.

“1.361 buku terdiri dari 460 jenis bacaan dapat dinikmati para pelajar, dan masyarakat se – Kabupaten Tanah Karo,  mulai Senin (25/7) mendatang. Buku bacaan yang terdiri dari jenis pelajaran, serta kalangan masyarakat dapat di cari di kantor Camat Berastagi.” Kata Camat Berastagi, Drs. Swingly Sitepu kepada wartawan, Kamis (21/7), diruang kerjanya.

Dikatakannya,  kepada pelajar di buat kemudahan  membaca atau meminjam buku selama dua hari. Dalam tenggang waktu tersebut, siswa-siswi diperbolehkan membawa pulang dua buku. Dengan catatan sebelumnya telah  melengkapi peryaratan peserta perpustakaan. Perpustakaan di buka selama jam kantor pegawai  kecamatan.

Lebih lanjut Swingly mengatakan,  saat ini pihaknya tengah mengirim selebaran (pemberitahuan,red) ke sejumlah sekolah di kawasan Berastagi, guna diteruskan kepada para pelajar, kalau senin mendatang telah ada perpustakaan buku di Berastagi.

“Buku yang ada nantinya di perpustakaan, berasal dari Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi. Tujuan utama, agar masyarakat Karo dapat menikmati taman bacaan di Berastagi. Selain itu, diharapkan  dapat menambah wawasan para pelajar kita, sehingga kedepannya putra-putri generasi penerus bangsa  memiliki bekal ilmu yang mantap” ucap Swingly. (wan/sumutcyber)

Filed Under: Berita Baru Tagged With: berastagi, perpustakaan

Berterima Kasih kepada Jambur

19 October 2011 by karo Leave a Comment

Bagi masyarakat Kabupaten Karo, di Sumatera Utara, keberadaan Jambur atau Losd telah menjadi kebutuhan yang terbangun secara alami.Jambur atau Losd awalnya tempat sosial warga tanah Karo untuk memanen hasil pertanian atau jual beli dan di masa kini berkembang menjadi tempat menggelar pesta adat seperti perkawinan atau kematian.Hampir setiap desa di tanah Karo memiliki Jambur atau Losd. Jambur bahkan banyak ditemui di kota Medan, karena telah menjadi kebutuhan sosial.

Jambur jugalah yang meringankan kegagapan pemerintah Kabupaten Karo, yang selama ini hanya disibukkan oleh arus perdagangan hasil pertanian yang melimpah ruah, dalam menangani bencana Gunung Sinabung, yang dipercayai baru kali pertama terjadi dalam 400 tahun terakhir.

Meletus kali pertama pada 30 Agustus lalu, Gunung Sinabung telah meletus selama lima kali, sehingga memaksa warga di 15 desa di 3 kecamatan, yaitu Payung, Tiganderket, dan Naman Teran, untuk mengungsi ke ibukota Kabupaten Kabanjahe dan kota pariwisata Berastagi, bahkan ada yang memilih hingga luar Kabupaten Tanah Karo.

Jumlah pengungsi sempat mencapai 30.000-an pengungsi yang menempati 25 titik yang umumnya berupa Jambur atau Losd. Hingga 10 september jumlah pengungsi masih mencapai 27.000 lebih.

Warga Tanah Karo yang umumnya hidup dari bertani sebenarnya hidup dalam berkecukupan karena hasil pertanian yang melimpah-ruah. Saat mengungsi pun rata-rata bisa mengurus diri sendiri karena masing-masing memiliki kendaraan, dan memiliki kekerabatan yang masih kuat sehingga mampu saling tolong menolong. Soal bantuan di pengungsian, warga sekitar kecamatan yang tidak terdampak saja mampu memberikan bantuan yang lebih banyak dan cepat dibanding dari pemerintah daerah.

Dampak bencana Gunung Sinabung yang umumnya dirasakan warga adalah hembusan debu vulkanik dan bau belerang, namun dampak bisa berkurang karena wilayah Tanah Karo yang kerap turun hujan.

Meski banyak kemudahan, tentu saja pemerintah daerah maupun pusat tidak memandang sebelah mata bencana Gunung Sinabung yang memang masih ditetapkan sebagai bencana lokal. Yang pertama karena, status awas gunung Sinabung yang belum bisa diprediksi, dan awal letusannya pun luput dari prediksi Tim PVBMG (Pusat Vulkanologi dan Bencana Mitigasi Geologi). Penelitian dan peralatan yang akurat dan canggih tentu perlu segera dibenahi.Yang kedua, perlunya pengeloaan pengungsian dan informasi dampak bencana Gunung Sinabung yang membuat kota pariwisata andalan Sumatera Utara, Brastagi, terlihat kumuh dan enggan dikunjungi wisatawan, karena dianggap tidak aman.

Yang terakhir, pemerintah juga memikirkan nasib petani yang lahannya bakal tidak bisa ditanami dalam satu atau dua tahun ini akibat tertutupi debu vulkanik. Jangan sampai karena satu atau dua tahun tak bisa mengolah pertanian, derita warga pengungsi terus berlanjut.(liputan6)

Filed Under: Berita Baru Tagged With: jambur, los

Harga Cabai Merah Di Langkat Naik

19 October 2011 by karo Leave a Comment

Harga cabai merah di pasar tradisional yang ada di ecamatan Stabat, Tanjungpura dan Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat Sumatera Utara, terus beranjak naik. “Komoditas sayur mayur khususnya untuk cabai merahterus beranjak naik di beberapa pasar tradisional,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Langkat T Nilfan Shahari di Stabat, Selasa.

Kenaikan itu diperkirakan akibat pasokan menipis, selain itu belum banyak pasokan yang masuk terutama dari Tanah Karo maupun Aceh, katanya. Harga cabai merah, Senin (17/10) mencapai Rp 26.000 perkilogram, tapi kini telah naik menjadi Rp27.000.  Demikian juga harga ikan gembung kuring, naik dari Rp25.000 menjadi Rp28.000 perkilogram. Sementara harga komoditas lainnya masih stabil, seperti bawang merah tetap Rp13.000 perkilogram, bawang putih Rp9.000/kg, cabai hijau Rp15.000/kg, dan cabai rawit Rp15.000/kg.

Sementara itu, kata T Nilfan Shahari, harga kentang tidak mengalami kenaikan tetap seperti pekan sebelumnya (10/10), yaitu Rp6.000/kg, kol Rp4.000/kg, tomat Rp7.000/kg, wortel Rp8.000/kg.

Secara terpisah Kepala Biang Perdagangan pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Langkat Nanang Hadi Irawan mengungkapkan untuk harga sembilan bahan pokok semuanya relatif stabil. Namun ada juga yang turun, seperti ayam ras dari Rp28.000/kg menjadi Rp25.000, katanya. Sedangkan harga beras ramos tetap Rp9.000/kg, beras IR 64 tetap Rp8.000/kg, gula pasir Rp10.500/kg, minyak goreng kemasan Rp13.500/kg.

Minyak goreng curah Rp9.500/kg, mentega/Simas Rp13.000/kg, daging sapi Rp70.000/kg, ayam kampung Rp45.000/kg, telur ayam Rp1.000 per butir, kata Nanang. Harga jagung pipilan Rp4.000/kg, jagung giling Rp4.500/kg, garam berjodium Rp1.500/kg dan minyak tanah Rp7.500 peliter.

(jh/JH/bd-ant/beritadaerah)

Filed Under: Pertanian Tagged With: cabai, harga pasar

  • « Go to Previous Page
  • Page 1
  • Interim pages omitted …
  • Page 22
  • Page 23
  • Page 24
  • Page 25
  • Page 26
  • Interim pages omitted …
  • Page 57
  • Go to Next Page »

Primary Sidebar

Darami Artikel

Simbaruna

  • Update Kamus Karo Online
  • Aplikasi Android Kamus Karo bas Play Store
  • Salah Penggunaan Istilah Untuk Orang Karo
  • Persiapen Perjabun Kalak Karo
  • Aplikasi Lirik Lagu Karo Bas Android

Komentar

  • Leo Perangin angin on Kebun Tarigan dan Gendang Lima Puluh Kurang Dua
  • karo on Website Kamus Karo Online
  • Myna on Gelar Uru-urun Merga ras Beru Kalak Karo
  • Myna on Gelar Uru-urun Merga ras Beru Kalak Karo
  • Apinta perangin angin on Budaya Karo dalam Ekspresi Seni Lukis Modern Rasinta Tarigan

Categories

RSS Lagu Karo

  • La Kudiate
  • Percian
  • Rudang Rudang Sienggo Melus
  • Sayang
  • Nokoh

RSS Dev.Karo

  • Radio Karo Online v2.9
  • Kamus Karo v.1.2
  • Update Radio Karo Online 2.4
  • Bene bas Google nari
  • Aplikasi Lirik Lagu Karo Bas Android
  • Relaunching Situs Sastra Karo
  • Traffic Mulihi Stabil
  • Upgrade Server Radio Karo

Copyright © 2025 · Genesis Sample on Genesis Framework · WordPress · Log in

  • Home