Belakangan ini banyak sekali wanita-wanita Karo yang tidak lagi menggunakan br (beru) di namanya. Misalkan Anita br Ginting, dibuat menjadi Anita Ginting. Hal ini terlepas dari penggunaan nama di Facebook yang memang tidak memperbolehkan penggunaan gelar (Dr. Ir. Prof. dll) didalam pemilihan nama, dan br ini juga dianggap sebagai salah satu bagian dari gelar tersebut, sehingga tidak bisa digunakan.
Di sebuah majalah mengenai Karo yang cukup populer, ada beberapa pengurus majalah tersebut yang berjenis kelamin wanita dan tidak menggunakan br di dalam namanya, apakah ini contoh yang baik? Yang secara notebene majalah tersebut adalah majalah yang konon katanya, untuk memperkenalkan Karo, berikut seni dan budayanya.
Beru adalah salah satu keunikan orang Karo yang harus tetap dijaga, keunikan yang hanya ada di Karo sendiri. Pernah di satu perkumpulan, seseorang yang ada didepan anak muda, berkata “apai kam si merga Karo Karo angkat tanddu!”, dan ternyata yang aku lihat sungguh diluar dugaan, hampir semua gadis br Karo Karo ikut mengangkat tangan, bukan hanya yang merga Karo Karo (laki-laki), apakah disini orang karo sendiri tidak lagi memahami arti dari merga (untuk laki-laki) dan beru (untuk wanita).
Disamping itu di komunitas-komunitas Karo yang aku ikuti, ada kecenderungan para wanita menggunakan bahasa Indonesia untuk saling menyapa, sangat lain dibandingkan ‘anak perana’ yang masih banyak menggunakan bahasa (cakap) Karo dalam berbicara.
—
Adi kita kin kalak Karo (si diberu) pake lah beru ibas gelarnta.