Hasil pertanian holtikultura dari Tanah Karo kini mulai banyak diincar para pengusaha luar negeri seperti dari Korea,Taiwan, Singapura dan Malaysia. Hal ini terlihat dengan adanya sejumlah kontrak kerja sama yang terjalin antara pengusaha luar negeri dengan petani melalui sistem kerja sama bercocok tanam.
Adapun komoditas holtikultura dari Tanah Karo yang diminati kalangan investor dari sejumlah negara itu diantaranya brokoli, kentang, ubi jalar, ubi kayu, terong besar, kol, sawi putih, lobak, asperagus dan sayur peleng.
Salah satu staf penghubung antara pengusaha dan petani di Tanah Karo, Sugono dari perusahaan CV Bintang Anugerah yang berlokasi di Berastagi, mengatakan kini minat pengusaha luar negeri untuk menanamkan modalnya di bidang holtikultura semangkin tinggi.
“Penanaman modal oleh pengusaha luar negeri itu telah banyak dilakukan untuk penanaman sejumlah komoditas holtikultura di Kecamatan Merek, Kecamatan Naman Teran dan Kecamatan Barus Jahe. Kerja sama mereka lakukan dengan petani langsung ataupun melalui sejumlah perusahaan pengelola tanaman di Tanah Karo ini,” katanya kepada MedanBisnis, Selasa (27/9), yang ditemui di Berastagi.
Dikatakannya, para pengusaha itu langsung teken kontrak dengan petani dengan terlebih dahulu memberikan bibit dan pinjaman pupuk, yang di bayar saat panen. “Dalam kontrak itu seluruh hasil panen petani akan ditampung pengusaha bersangkutan. Sedangkan mengenai harga pembelian produk yang diminati telah ditetapkan dahulu, dan harga itu tidak akan naik ataupun turun saat panen telah tiba,” ujarnya.
Sugono mencontohkan seperti yang sudah dilakukan sebuah perusahaan asal Korea. “Perusahaan itu berminat pada komoditas brokoli, ubi jalar, kentang dan sayur peleng. Perusahaan ini pun kemudian melakukan kontrak kerja sama penanaman dengan petani. Bibit yang dibutuhkan semua mereka yang sediakan dan hasil panennya mereka yang tampung. Sedangkan harga yang ditetapkan sebesar Rp 1.000 untuk setiap batang brokoli, kemudian ubi jalar Rp1.300 per kg, kentang Rp4.500 per kg, dan sayur peleng Rp5.000 per kg,” ujarnya.
Selain perusahan ini, sebut Sugiono yang juga dikenal sebagai staf ahli pengolahan hasil ubi jalar dan asperagus ini, masih banyak lagi perusahaan lainnya yang juga telah menjalin kerja sama untuk menampung hasil pertanian holtikultura petani di Tanah Karo.
Dengan cukup tingginya minat pengusaha luar negeri akan produk hasil pertanian dari Tanah Karo, pihaknya selaku pendamping para petani mengaku bangga karena dengan system ini masa depan pertanian di Tanah Karo diyakini akan mudah berkembang.
“Namun kita tetap berharap adanya campur tangan dari pemerintah agar kerja sama seperti ini semakin banyak terjadi dan dapat melindungi petani pada setiap kontrak yang terjadi,” ungkapnya.
Sementara itu, Surya Sitepu, salah seorang petani asal Desa Gong Pinto, yang telah menjalin kontrak kerja sama dengan investor luar untuk penanaman brokoli saat ditemui MedanBisnis, kemarin, di lokasi perladangannya mengatakan, ia mengaku tertarik menjalin kerja sama ini karena ia anggap lebih menguntungkan disebabkan harga jual komoditas yang ia tanam telah diketahui sejak awal. Selain itu ia juga terbantu dalam pengadaan bibit dan pupuk.
“Di desa kami, selain saya, ada 9 petani lainnya yang juga ikut menjalin kontrak kerja sama penanaman dengan investor luar dengan luas lahan 8 hektare yang sudah siap tanam, dan masih banyak yang sedang dalam pembibitan,” sebutnya.
Menurut Surya, sistem kerja sama ini sangat membantu mereka, karena selain lahan bisa semuanya terpakai karena adanya bantuan bibit dan pupuk, harga yang ditawarkan kepada petani juga cukup menguntungkan. (edi sofyan/medanbisnis)