Kalangan sejarahwan memprotes keras tindakan pengembang yang membuldozer kawasan Benteng Putri Hijau Delitua rata dengan tanah.
Kami akan segera melakukan class action dan akan melaporkan Bupati Deli Serdang ke polisi karena secara nyata telah melanggar UU Nomor 11 tentang Cagar Budaya.
“Terkait persoalan ini, beberapa pengacara telah menyampaikan kesediaannya untuk membantu,”kata Kepala Pussis-Unimed Dr. Phil Ichwan Azhari kepada wartawan di Medan, Kamis (2/6).
Dijelaskan Ichwan, Pussis-Unimed pada tanggal 1 Juni 2011 mengunjungi Benteng Putri Hijau bersama Dr. Edward McKinnon (arkeolog Inggris konsultan arkeologi Pussis-Unimed).
Dari peninjauan itu, tampak bahwa badan benteng di dusun 11 desa Delitua telah diratakan dengan buldozer. Ditempat yang diratakan tersebut terdapat gundukan batu dan pasir yang akan digunakan dalam rangka membangun perumahan.
Juga patok-patok untuk batas untuk pendirian rumah telah ditancapkan. Badan benteng yang diratakan tersebut sepanjang 150-200 meter disebelah selatan dusun 11dan sebelah utara telah diratakan dengan lahan persawahan.
Padahal, terang Ichwan Azhari yang didampingi peneliti Pussis-Unimed Erron Damanik benteng ini merupakan pertahanan militer yang memanfaatkan kontur tanah dengan kearifan lokal masyarakat Aru pada abad ke-16-17 Masehi.
Pemkab Tidak Serius
Menurut Ichwan Azhari, tindakan pengembang juga menunjukkan ketidakseriusan Pemkab Deli Serdang dalam pelestarian dan penyelamatan Situs Sejarah yang sangat penting terutama bagi orang Melayu dan Karo tersebut.
Patut dipertanyakan juga, mengapa izin mendirikan bangunan di situs sejarah kembali dikeluarkan oleh Pemkab Deli Serdang yang berdasarkan hasil penelitian, situs tersebut sudah jelas-jelas dinyatakan sebagai situs sejarah yang wajib dilindungi.
Anehnya lagi, ungkap Ichwan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Deli Serdang yang menggagas penelitian 2 tahun silam dan jelas sekali mengetahui bahwa Benteng Putri Hijau Delitua adalah situs sejarah yang wajib dilindungi.
“Mereka pasti mengetahui bahwa Benteng Putri Hijau telah dinyatakan sebagai situs sejarah dan laporan penelitian ada pada mereka,” imbuhnya.
Fakta menyakitkan ini, tegasnya menunjukkan ketidakseriusan Pemkab Deli Serdang yang menerbitkan izin pembangunan perumahan diatas lahan situs tersebut.
Jelas sekali tidak ada kordinasi antar instansi dan antar dinas di Deli Serdang terbukti dengan keluarnya izin mendirikan rumah di lahan situs yang jelas sekali bertentangan dengan UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, ujar Ichwan.
Pengrusakan terhadap situs sejarah ini mengindikasikan bahwa pemerintah tidak peduli terhadap perlindungan kawasan-kawasan yang penting untuk dilindungi. Jika memang pemerintah menaruh apresiasi terhadap penyelamatan situs, maka pembuldozeran kembali situs Benteng Putri Hijau tidak perlu terjadi lagi, kata Ichwan.
Sementara itu, Edward McKinnon yang juga turut serta dalam rombongan tersebut memperlihatkan kekecewaannya terhadap benteng yang lagi-lagi harus menerima perlakukan tidak manusiawi itu. ‘Mengapa benteng yang begitu memiliki nilai sejarah ini harus di buldozer?’, ucap Mc Kinnon bertanya.
Arkeolog berkebangsaan Inggris itu mengemukakan bahwa hasil penelitian sudah jelas merekomendasikan bahwa Benteng Putri Hijau wajib dilindungi, dan pengrusakan terhadap benteng ini memperlihatkan bahwa pemerintah Indonesia khususnya Deli Serdang menunjukkan perhatian minim terhadap pelestarian situs sejarah. “Ini akan membuat citra pemerintah semakin jelek” ucap Mc Kinnon.
Sebagaimana diketahui bahwa, McKinnon merupakan arkeolog yang pertama sekali meneliti tentang Benteng Putri Hijau dan diikuti kemudian oleh John Norman Miksic pada tahun 190-an. (rmd)
Leave a Reply