Ada dua jenis cinta yang selalu tumbuh di puncak Sibayak. Yang satu adalah cinta yang mekar di hati pasangan-pasangan muda yang mendakinya. Yang kedua, cinta yang tumbuh pada Sang Maha Pencipta segala keindahan yang terhampar di segala arah pegunungan dan lembah. Bagi Kabupaten Karo, di Sumatera Utara (Sumut), Gunung Sibayak bisa dikatakan sebagai mata kalung semua kegiatan wisata. Menjadi pengait bagi sebagian besar objek wisata yang ada di kabupaten itu. Pemandian air panas, udara sejuk, kegiatan pertanian dan panorama di puncak gunung.
Ada empat jalur yang dapat ditempuh untuk mencapai Sibayak. Jalur pertama melalui Bumi Perkemahan Sibolangit di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang. Jalur ini membutuhkan waktu tempuh sekitar 15 jam paling cepat. Medannya lumayan berat. Jurang-jurang akan sering ditemui dan tanjakan-tanjakan curam. Sementara longsoran tanah kerap terjadi. Jalur ini tercatat sering menelan korban jiwa. Informasi lain yang terdengar dangerously beautiful adalah kawasan Sibayak sebagai kuburan pesawat. Karena beratnya medan lintasan serta jarak tempuh yang lama, maka hanya sedikit saja yang melalui jalur ini. Dalam setahun, paling hanya dua atau tiga tim pendaki yang menantang kekejaman khas alam di sana. Meski sangat kejam, namun justru pemandangan terbaik ada di lintasan ini. Para pendaki survival sangat menyenangi pendakian Sibayak dari Sibolangit.
Tumbuhan survival yang dapat dimakan dalam keadaan darurat, banyak dijumpai di jalur sulit ini. Sebutlah misalnya asparagus, rambutan hutan, maupun rotan-rotanan. Jejak-jejak binatang liar seperti babi hutan, rusa maupun beruang masih mudah ditemukan. Namun pacet juga banyak. Lintasan kedua disebut Jalur 54. Dinamakan Jalur 54 karena posisinya persis di depan batu penanda kilometer yang menunjukkan jarak 54 kilometer dari Medan. Lokasinya berada di Desa Doulu II, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, tak jauh dari kawasan Penatapan, tempat bakaran jagung. Jarak tempuh ke puncak diperkirakan antara empat hingga enam jam. Dibandingkan jalur dari Sibolangit, jalur ini jauh lebih mudah. Tapi hati-hati! Meskipun lintasannya tampak jelas, kemungkinan tersesat cukup besar, karena banyaknya cabang jalur. Rute ketiga melalui Desa Raja Berneh. Sepanjang jalur ini, pemerintah setempat sudah membuat takik-takik anak tangga. Kemungkinan tersesat relatif kecil, tetapi pemandangan terlalu monoton. Waktu tempuh pendakian sekitar tiga jam. Jalur ini disebut sebagai jalur wisata. Rute terakhir adalah melalui Desa Jaranguda, Kecamatan Simpang Empat, tidak jauh dari Pasar Buah Berastagi. Dari sini, jalanan sudah diaspal mulus hingga satu kilometer menjelang puncak.
Anda dapat menyewa angkutan menuju ujung jalan. Kemudian melanjutkannya dengan berjalan kaki ke puncak. Jalur ini bisa dikatakan sebagai jalur keluarga. Dari Jaranguda, terdapat pos pengutipan retribusi. Pemandangan di kiri dan kanan jalan didominasi sajian hutan tropis. Di sini matahari muncul silih berganti bersama gerimis. Kadang-kadang cahaya menembus batangan pohon yang menjulang tinggi, dan di beberapa tempat, terdapat panorama pucuk-pucuk pepohonan yang menyerupai permadani hijau.
Asap Putih Solfatara Setelah mencapai ujung aspal dari Desa Jaranguda, jalur pendakian akan melalui anak tangga. Pada beberapa bagian, anak tangga sudah hancur akibat tertimbun longsor maupun karena lapuk dimakan usia. Aroma belerang yang ditiupkan angin mulai tercium sekitar 15 menit sebelum anak tangga terakhir. Suhu turun hingga sekitar 20 derajat celcius. Dalam beberapa langkah berikutnya, akan tercium aroma belerang yang bersumber dari solfatara, sumur belerang. Kini, nikmatilah sajian alam Gunung Sibayak yang mempesona itu. Dinding-dinding kawah yang menghitam mencirikan kekokohannya, berpadu dengan pohon-pohon perdu yang hanya hidup di ketinggian. Pada bukit-bukit batu yang mengelilingi kawah, tersebar sekitar 20 solfatara, yang terus menerus menyemburkan belerang. Suhu panasnya bisa mencapai 119 derajat celcius. Selain mengepulkan asap putih, sumur-sumur belerang itu juga memperdengarkan bunyi gemuruh. Warna kekuningan di sekitar semburan menandakan kandungan belerang yang tinggi. Karena proses biologis dan kimia, bebatuan di sekelilingnya menunjukkan ragam warna yang harmonis.
Persis di pusat semburan, batu berwarna kuning. Sejauh 30 sentimeter hingga dua meter dari pusat semburan, batu berwarna perak. Dan tiga meter dari pusat semburan akan terlihat batu yang tidak terkontaminasi belerang dengan warna dasar hitam, merah, jingga atau batu kapur berwarna putih. Semburan belerang terbesar berada di dalam kawah Sibayak. Kawah itu berbentuk bulat dengan diameter sekitar 200 meter persegi. Kedalaman dari sisi kawah paling terendah, yakni dekat tiga batu besar yang salah satunya seukuran kerbau, sekitar 30 meter. Dari tiga batu besar itu, Anda dapat melihat keseluruhan pemandangan di dalam kawah Sibayak. Namun untuk merekam gambar dengan kamera, butuh kesabaran.
Kabut sering mengganggu pandangan. Ada beberapa jalan turun ke kawah yang menuntut kehati-hatian secara ekstra. Di dalam kawah, terdapat batu-batuan yang disusun oleh pendaki yang telah dinamai sesuai nama diri atau nama organisasi. Jika sedang berada di kawah pada hari Minggu pagi, maka Anda dapat menyaksikan atraksi kegiatan menyusun huruf demi huruf pada kawah itu. Hari Sabtu dan Minggu merupakan peak season pendakian, terutama pada musim liburan. Pelajar dan mahasiswa umumnya sudah memasang tenda sejak Sabtu siang. Sementara pelancong yang tidak bermalam, datang pada Minggu pagi. Setiap minggunya rata-rata 300 orang melakukan pendakian hingga ke puncak. Menjelang pukul lima Minggu pagi, hampir semua pendaki keluar dari tenda menunggu matahari terbit. Pada saat seperti ini, suhu dingin lebih menusuk tulang. Hilang Walau terkesan aman sebagai objek wisata, tetapi Sibayak menyimpan satu misteri tersendiri. Ada sejumlah orang yang tercatat hilang atau meninggal dunia akibat terjatuh maupun penyebab lain.
Di pintu masuk pendakian dari Desa Jaranguda, terlihat nama-nama pendaki yang hilang. Pada tahun 1983, dua profesor Amerika Serikat hilang dalam pendakian, dan mayatnya tidak ditemukan sampai hari ini. Pada tahun 1986, seorang warga Amerika Serikat lainnya, John Sanders, sempat dinyatakan hilang. Dia ditemukan kembali dalam keadaan hidup lima hari berikutnya. Sementara pada tahun 1989 seorang warga Swedia, Steven Herbet, ditemukan meninggal dunia. Pada tahun yang sama, Paijs JA Hubertus, seorang warga Belanda, ditemukan jenazahnya tujuh bulan kemudian. Dunkel Wolfgang, warga Austria, baru ditemukan jenazahnya pada tahun 1995, dua tahun setelah dia dinyatakan hilang. Dua warga Jerman, Christina Ecorn dan Hasn Jorgeichorn yang hilang tahun 1997 belum ditemukan hingga kini. Dan masih pada tahun 1997, tiga warga Jerman lainnya, Uwe Fisher, Annete Strauber dan Anne Finn, dinyatakan hilang, meski dapat ditemukan dalam keadaan selamat tiga hari kemudian.
Sekelompok pecinta alam lokal dari Medan juga pernah mengalami musibah di jalur Sibolangit, dan salah seorang di antaranya meninggal pada tahun 2006 lalu. Belasan bangkai pesawat dan helikopter juga pernah ditemukan di kawasan ekosistem Sibayak. Makanya gunung ini identik dengan istilah dangerously beautiful mountain. Masih Aktif Gunung Sibayak, atau kadang juga disebut Gunung Rangkap Sibayak di Kabupaten Karo, merupakan gunung berapi aktif yang masuk dalam golongan tipe B, yakni gunung yang tidak pernah meletus dalam 400 tahun terakhir.
Catatan menunjukkan, gelegak magmanya terjadi pada tahun 1600, atau 407 tahun lampau. Tidak ada informasi mengenai korban jiwa maupun lainnya. Dari tiga gunung berapi yang ada di Sumatera Utara, Sibayak merupakan gunung yang paling rendah. Di urutan pertama adalah Gunung Sinabung yang juga berada di Kabupaten Karo, dengan ketinggian 2.451 meter dari permukaan laut (mdpl). Kedua, Gunung Sorik Marapi di Kabupaten Mandailing Natal dengan ketinggian 2.145 mdpl. Sibayak sendiri tegak dengan ketinggian 2.094 mdpl. Namun gunung ini unggul dalam keindahan panorama. Gunung Sibayak memberi banyak manfaat di kawasan sekitarnya. Pertanian yang subur menjadikan Kabupaten Karo sebagai penghasil buah dan sayur andalan.
Pengaruh vulkaniknya juga turut mendorong Sumatera Timur (istilah zaman kolonial untuk Sumatera Utara) melaju pesat menjadi daerah perkebunan paling produktif di Indonesia hingga sekarang. Belerang di kawah Sibayak pernah diambil penduduk untuk dijual. Namun kini sudah tidak lagi karena tiadanya penampung. Sementara air panas yang muncul melalui retakan di daerah selatan lereng Gunung Sibayak menjadi objek wisata pemandian air panas dan andalan mata pencarian warga, terutama di Desa Raja Berneh, Semangat Gunung, dan Doulu. Selain menyuplai air bersih untuk Kota Medan dan sekitarnya, ekosistem Sibayak juga mengeluarkan panas bumi yang kini dimanfaatkan PT Pertamina Area Geothermal Hulu (AGH) Sibayak sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi. Lokasi pembangkitnya berada di Desa Raja Berneh, sekitar 11 kilometer sebelah utara Berastagi. Sejak Februari 2001, sepuluh sumur panas bumi sudah selesai dibor. Sumur-sumur itu terbagi dalam tiga blok yang saling berdekatan.
Beberapa sumur dimanfaatkan untuk menyuplai 2 megawatt setrum bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kapasitas ini masih bisa ditingkatkan karena total cadangan Sibayak diperkirakan mampu membangkitkan energi listrik hingga 40 megawatt Dengan sifat dan perannya yang multifungsi, Sibayak ibarat sumber kehidupan sekaligus kematian bagi manusia dan hewan di sekitarnya. Hanya gemuruh cinta yang dapat membawa seseorang ke atasnya. Cinta pada seseorang, atau cinta pada Tuhan. Nah, selamat mendaki dan menikmati keajaiban Tanah Karo! (insidesumatra)
Leave a Reply