Globalisasi menunjukkan wujud yang lain, tidak hanya bermotif ekonomi, juga kebudayaan. Globalisasi kebudayaan telah menggiring masyarakat pada tahapan prosesnya yang ketiga, yaitu era posmodern.
Pada era posmodern, masyarakat mengalami absurditas pada corak berpikirya, terjadi tumpang tindih antara spiritualitas pramodern dan rasionalitas modern. Hal ini juga dialami oleh berbagai kebudayaan tradisi di masyarakat Indonesia. Salah satunya, tradisi lisan -tradisi yang dilangsungkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi- masyarakat Karo yang dalam ritual gendang kematian-nya mulai bersinggungan dengan modernitas. Gendang lima sedalanen, salah satu ensambel dalam ritual gendang kematian mulai digantikan oleh keyboard.
Barker mengakui, wacana globalisasi turut memberikan kekacauan baru dalam konteks perubahan budaya yang saling multidimensional saling terkait dengan bidang ekonomi, teknologi, politik dan identitas. Perubahan yang dianggap chaos ini diantisipasi melalui penyelidikan tentang budaya konsumer, budaya global, imperalisme budaya dan postkolonialitas. Proses globalisasi yang berciri ekonomi banyak mengacu pada sekumpulan aktivitas ekonomi sebagai praktik-praktik kapitalisme dan hal ini terkait dengan isu-isu makna kultural dan proses-proses kultural global (Barker, 2005: 133).
Pada perkembangannya kategori-kategori seni juga mengalami perubahan karena desakan modernitas. Seni tradisional yang dulu merupakan batang tubuh dari proses pengalaman dan pendalaman dalam kehidupan sehari-hari, mulai digantikan oleh seni modern. Pengalaman akan seni merupakan pengalamann estetis, sehingga seni dapat menyelidiki makna-makna kehidupan. Lebih jauh lagi, seni merupakan bagian dari pengungkapan hasrat-hasrat spiritualitas dalam mencari penjelasan mengenai keseimbangan alam semesta, sehingga spiritualitas menjadi penting untuk dipertahankan, dalam arus globalisasi kebudayaan dan kapitalisme saat ini.
Pada dasarnya spiritualitas memang tidak empirik, tapi memiliki-makna-makna yang terwujud dalam artefak-artefak kebudayaan masyarakat. Hal ini karena suatu produk kebudayaan akan selalu terikat pada isi-isi kebudayaannya. Bentuk dan isi merupakan perwujudan dari spiritualitas dan materialitas suatu masyarakat. Absurditas bentuk dan isi, saat ini terjadi karena pergumulan masyarakat dengan arus modernitas dan nilai-nilai tradisionalnya. Bisa saja dalam perwujudan spiritualitasnya, nilai-nilai atau bahkan makna menjadi banal atau kosong.
Prinst (2003) mengatakan keselarasan antara manusia dengan alam akan menyejukkan dan mengharmoniskan irama kehidupan manusia dan lingkungannya. Sebaliknya, setiap ketimpangan (kejanggalan) yang terjadi dalam masyarakat akan mengakibatkan disharmoni (ketidakharmonisan) kosmos (alam) dan masyarakat. Ketidakharmosian ini akan menimbulkan bencana, seperti kemarau panjang atau malapetaka lainnya. Keselarasan atau keseimbangan dalam suatu mayarakat, sering dikaitkan dengan bagaimana mereka beraktifitas sehari-hari. Disitulah yang disebut sebagai kosmologi dapat terwujud.
Selanjutnya, Liembeng (2007), masyarakat Karo meyakini alam dan lingkungan, selain sebagai tempat hunian manusia, juga sebagai tempat hunian bagi makhluk-makhluk lain yang hidup bebas tanpa terikat aturan-aturan yang dikembangkan manusia. Sebab itu dibutuhkan aktivitas-aktivitas tertentu untuk menjaga keseimbangan alam, khususnya keseimbangan antara makhluk manusia dengan makhluk-makhluk lain. Bagi penulis, inilah yang disebut sebagai perwujudan spiritualitas yang terkait dengan kosmologi masyarakat Karo.
Perwujudan spiritualitas masyarakat Karo sering diutarakan dalam berbagai ungkapan-ungkapan kesehariannya. Salah satunya, ungkapan yang sering diutarakan dalan upacara kematian, yaitu: buk jadi ijuk, dareh jadi lau, kesah jadi angin, daging jadi taneh, tulan jadi batu, tendi jadi begu, yang artinya: rambut menjadi ijuk, darah menjadi air, nafas menjadi angin, daging menjadi tanah, tulang menjadi batu, dan roh menjadi hantu (begu) (Liembeng, 2007: 17). Kalimat tendi jadi begu, menyiratkan bahwa kematian merupakan salah satu perwujudan spiritualitas bagi masyarakat Karo. Hal ini dikarenakan berubahnya roh menjadi hantu (tendi jadi begu), menandakan setelah mati tubuh manusia akan kembali menjadi materi-materi yang dalam lingkungan kesehariannya tergolong benda mati. Roh tetap kekal dalam bentuknya sebagai hal yang abstrak, namun bisa dirasakan eksistensinya. Gendang kematian pun menjadi penting dalam kosmologi masyarakat Karo, karena dalam mati ada hidup dan dalam hidup ada mati.
Gendang kematian, salah satu ritual kematian yang terdapat pada masyarakat Karo. Didalamnya terdiri dari berbagai unsur (peristiwa) yang merupakan satu kesatuan. Gendang kematian dalam hal ini terdiri dari lima unsur (peristiwa) yang merupakan satu kesatuan yaitu: (1) Gendang lima sedalanen (musik), (2) landek (tari), (3) ngerana (petuah), (4) ngandung (tangisan), (5) rende (nyanyian/senandung). Salah satu peranan gendang lima sedalanen sebagai iringan musik dan tari dalam upacara kematian adalah “perekat” dari semua unsur upacara. Gendang lima sedalanen digunakan sepanjang prosesi kematian, yang mengandung berbagai pesan dan harapan bagi keluarga dan bagi orang yang sudah meninggal dunia.
Secara simbolis Gendang lima sedalanen merepresentasikan spiritualitas kehidupan masyarakat Karo melalui berbagai unsur-unsurnya, seperti instrumen yang digunakan, para pemain termasuk juga prosesi ritualnya. Karena itu keberadaan gendang lima sedalanen menarik untuk diteliti dengan melihat bagaimanakah sesungguhnya bentuk, fungsi dan makna spiritualitas gendang lima sedalanen dalam gendang kematian pada masyarakat Karo. Gendang lima sedalanen merupakan simbol tradisi yang telah berlangsung sejak ratusan tahun silam, hingga kini. Penggunaan gendang lima sedalanen mengalami pergeseran pada instrumen yang digunakan. Jika dahulu menggunakan instrumen tradisional seperti, sarunei (kayu), gendang singindungi/singanaki (kulit), maupun gung/penganak (logam), digantikan oleh teknologi elektronik organ tunggal atau keyboard.
Sekurang-kurangnya dua dekade terakhir musik Karo telah menggunakan alat musik keyboard, yaitu alat musik modern yang memiliki berbagai fasilitas program musik. Bahkan alat ini cukup dimainkan oleh seorang pemain, guna menghasilkan musik combo (band), maupun orkestra (big band). Lebih jauh lagi telah terjadi konsensus di masyarakat Karo secara tidak sadar untuk menggabungkan unsur modernitas dan tradisionalitas mereka dalam istilah gendang kibod. Alat musik ini bahkan dapat menyerupai musik Karo dalam berbagai ekspresi dan kreasi seniman-seniman Karo. Peneliti telah mengamati dalam beberepa tahun terakhir, telah terjadi pergeseran dalam gendang guro-guro aron (pesta muda-mudi) dan nganting manuk (malam sebelum upacara adat perkawinan Karo berlangsung).
Dua tahun terakhir kibod mulai merambah ke gendang kematian pada masyarakat Karo. Hal ini terwujud bukan semata-mata karena ekonomi. Kepraktisan penggunaan alat ini, justru sebagai salah satu faktor yang mendorong minat masyarakat menggunakan kibod. Selain itu penggunaan kibod juga tidak banyak melibatkan jumlah pemain, bahkan umumnya cukup dimainkan oleh satu orang (player). Gendang lima sedalanen bagi masyarakat Karo, merupakan prosesi ritual yang berkaitan dengan sistem kepercayaan. Oleh karena itu segala unsur gendang lima sedalanen dalam gendang kematian pada masyarakat Karo mengandung simbol-simbol dan makna simboliknya. Pudarnya sistem kepercayaan ini setidaknya mendorong perubahan maupun pergeseran pada penggunaan alat-alat tradisonal gendang Karo menjadi alat musik modern berupa kibod.
Memudarnya sistem kepercayaan asli masyarakat Karo juga tidak terlepas dengan sistem kepercayaan agama-agama wahyu yang hanya percaya kepada Tuhan Yang Esa. Makna sakral yang terdapat pada gendang Karo termasuk pada alat yang digunakan secara perlahan berubah menjadi makna profan, karena alat musik modern berupa kibod mampu menirukan repertoar gendang kematian. Secara perlahan masyarakat pemilikpun semakin kehilangan tentang makna dari gendang ini.
Spiritualitas Gendang lima sedalanen dalam gendang kematian pada masyarakat Karo dikhawatirkan tidak akan bertahan lama, padahal di dalamnya mengandung berbagai pesan dan mitos yang disampaikan secara lisan telah berlangsung berabad-abad.
Perbedaan spiritualitas tidak lepas dari terjadinya dinamika dalam struktur masyarakat. Masyarakat tradisional telah menjadi masyarakat modern, dan yang modern telah menjadi postmodern. Kondisi ini melahirkan suatu fenomena yang disebut Yasraf sebagai postspiritualitas; kondisi spiritualitas ketika yang suci bercampur aduk dengan yang profan, yang sakral bersimbiosis dengan yang permukaan, sehingga batas-batas di antara semuanya menjadi kabur (Adlin, 2007: 207).
Kapitalisme tidak hanya menyentuh sendi-sendi profan dari suatu tradisi tetapi juga nadi sakralnya. Pada proses ini tentunya, seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa manusia bagian dari suatu kebudayaan perlu untuk berpartisipasi kritis terhadap fenomena globalisasi kebudayaan saat ini. Oleh Pulumun Ginting, S.Sn
Seni dan Budaya
Bahasa Karo
Bahasa (Cakap) Karo adalah bahasa yang digunakan oleh suku Karo sehari-hari. Sama halnya dengan asal suku Karo, bahasa Karo itupun sulit untuk menjelaskan asal muasalnya. Bahasa Karo banyak didominasi oleh huruf-huruf vokal. OLeh karena itu mudah diucapkan, jelas didengar dan mudah diingat. Ucapan bahasa Karo memiliki dialek dan intonasi yang unik dalam pengucapannya. Bila bahasa Karo diucapkan dengan dialek khasnya maka akan mengundang ketertarikan orang untuk mendengar dan tidak membuat orang bosan mendengarnya.
Sama seperti bahasa-bahasa yang ada, bahasa karo juga memiliki unsur keindahan bahasa/seni sastra seperti pantun, kiasan, perumpamaan, dan lain sebagainya. Unsur ini didalam budaya Karo kita kenal dengan “Cakap Lumat”.
Dilihat dari sisi pemakai dan penggunaannya yang terkait dalam pemilihan kata-kata termasuk itonasi dan dialeg, maka bahasa Karo dapat dibedakan menjadi 3 versi :
- Bahasa dalam kegiatan adat
- Bahasa sehari-hari
- bahasa dalam kegiatan kepercayaan
Sumber : MP3 Karo 2011
Kegunaan Hari Menurut Penanggalan Karo
Nama Hari
|
Penggunaan
|
Beraspati Tangkep, Cukera Dudu, Belah Purnama, Budaha Ngadep, dan Belah Naik | untuk upacara memanggil roh Jinujung, Mukulken upah tendi, ngeluncang, erpangir kulau, nuan galuh, ncawiri wari dan mulahken manuk |
nggara enggo tula, nggara sepuluh dan cukera dua puluh | untuk upacara mengusir yang tidak baik seperti; ngulak, erpangir nipi gulut, dan membuat tangkal atau pengayah |
belah naik, aditia naik, budaha Ngadep, Beraspati Tangkep | untuk upacara nangkih dan mukul |
Nggara Sepuluh, Cukera Dua Puluh | Mengket Rumah |
Belah Naik, Budaha, Beraspati Tangkep | untuk pindah rumah |
Budaha Ngadep, Beraspati Tangkep | membuat sapo |
Belah Naik, Budaha Ngadep, Beraspati tangkep | padi-padiken tapak rumah |
Nggara Sepuluh, Cukera Dua Puluh, Beraspati Sepulu Siwah | Nabak kayu rumah |
Beraspati Tangkep, Budaha Ngadep, Cukera Dudu, Belah Purnama, Belah Naik | naruhken anak-anak ku kalimbubu ntah pe ku anak beru |
Suma dan Belah | Pepitu Layo Anak |
Belah Purnama, Cukera dudu | Menggunting rambut anak |
Dalan Bulan | Tupuk |
Nggara sepuluh, Cukera Duapuluh, Cukera enem berngi | Ngumbung |
Nggara Sepuluh, Beraspati Sepulu Siwah | Mena |
Idem | Mutikken Page |
Tula | Menanam Kelapa |
Beraspati Tangkep, Cukera Enem Berngi | Menyimpan padi ke Lumbung |
Cukera Dudu, Belah | Nimpakken Gelar |
sumber : Lagu Karo
Nama – Nama Bulan
Enda gelar bulan-bulan bas kalak Karo mulai arah Bulan Januari ngasa Desember (1 – 12)
- Sipaka I (Kambing)
- Sipaka II (Lampu)
- Sipaka III (Paya)
- Sipaka IV (Katak)
- Sipaka V (Arimo)
- Sipaka VI (Kuliki)
- Sipaka VII (Kayu)
- Sipaka VIII (Tambak)
- Sipaka IX (Gayo)
- Sipaka X (Baluat)
- Sipaka XI (Batu)
- Sipaka XII (Binurung)
Asal Usul Nama Gunung Sibayak
Saya pernah dengar cerita dari Nini Bulang saya mengenai Gunung Sibayak, asal usul nama dari Gunung Sibayak, kenapa namanya dibuat Sibayak Pada zaman dulu katanya ada satu keluarga yang tinggal di Tanah Karo tidak jauh dari lereng Gunung Sibayak yang sangat miskin dan dia mempunyai dua orang Putra, Kira-kira putra yang pertama pada umur 17 tahun dan putra kedua berumur 15 tahun. Ayah mereka terserang penyakit dan meninggal dan satu tahun kemudian menyusul juga Ibu dari anak tersebut sakit dan meninggal juga. Jadi tinggal-lah dua putranya menjadi anak melumang ( Yatim piatu ), begitulah mereka menjalani hari-hari tanpa didampingi Ayah dan Ibu.
Waktu berjalan padi yang ditinggalkan semasa Ayah dan Ibu mereka masih hidup sudah berangsur-angsur habis. Mau tidak mau dua putra tersebut mencari lahan yang baru dan subur bermaksud ingin menanam padi. Merekapun sudah mendapatkan lahan yang mereka anggap subur dan bagus sekali untuk ditanami padi tepatnya tidak jauh dari lokasi tempat mereka tinggal dilereng Gunung Sibayak yang dulunya nama gunung tersebut belum dinamakan Gunung Sibayak tentunya.
Jadi kedua putra tersebut sepakat menggarap dan membuka lahan tersebut dan mereka tanpa pikir panjang selesai membuka lahan, dibakar dan dibersihkan dan segera mereka langsung menanaminya padi. Hari-hari berjalan padi yang mereka tanam tumbuh bagus karena memang lahan baru yang sangat subur tentunya. pada umur kira-kira 2,5 bulan padi yang tumbuh subur sudah rata mengeluarkan buahnya dan sangat indah untuk dipandang mata. Mulai pada saat itu jugalah kedua putra tersebut harus setiap hari mulai dari pagi sampai matahari terbenam selalu berada diladang untuk menjaga padi mereka dari hama Babi hutan dan Monyet yang pada saat itu masih sangat banyak sekali.
Disela-sela mereka menjaga padi mereka juga meratakan sedikit tanah bermaksud ingin mendirikan sebuah Pantar atau bisa disebut gubuk kecil yang tinggi untuk memantau sekeliling ladang mereka dari atas. Pada saat mereka menggali dan meratakan lokasi Pantar tersebut tiba-tiba anak bungsu dari dua putra tersebut tersentak dan sedikit terkejut mendengar benturan alat yang dia tancapkan ketanah seakan-akan mengenai sebuah batu atau besi yang apabila berbenturan dengan benda keras lainnya mengeluarkan api.
Sibungsu inipun dengan segera memanggil saudaranya dan mereka menggali dan mengeluarkan benda tersebut. Setelah mereka berhasil mengeluarkan benda tersebut rupanya mereka menemukan sebuah priuk ( Kudin ) tertutup rapi yang terbuat dari kuningan pada zaman dulu.
Mereka berdua juga bertatapan mata yah pastinya dihati perasaaan sedikit senang lumayan bisa buat masak nasi atau merebus air ditengah ladang. Setelah dibersihkan bagian luar benda tersebut dan mereka bermaksud membersihkan bagian dalamnya rupanya didalam priuk tersebut ada sebuah benda kira-kira sebesar 2 gepalan tangan orang dewasa. Mereka langsung mengeluarkan benda tersebut dan mengusap-usap bagian luarnya, benda itu mulai kelihatan berkilau dan berwarna kuning.
Kedua putra tersebut semakin penasaran dan ingin mengetahui lebih jelas apa barang tersebut walaupun dalam benak mereka berdua sudah ada kemungkinan barang tersebut Emas yang sengaja disimpan tuan-tuan tanah yang kaya raya karena takut dirampas oleh musuh-musuhnya. yang tertua dari kedua putra tersebut langsung menggigit bagian tepi benda tersebut hasilnya bekas gigi anak tersebut langsung melesup dan meninggalkan bekas sepertinya tidak sekeras batu atau besi yang apabila digigit tidak akan melesup dan meninggalkan bekas.
Putra sulung dari kedua putra tersebut semakin merasa pasti bahwa benda tersebut adalah Emas dan dia juga langsung memastikan kepada adiknya kita akan kaya raya karena ini adalah emas peninggalan nenek moyang Zaman dulu dan memang anggapan mereka benar karena memang benar barang yang mereka temukan itu adalah Emas.
Matahari semakin redup, haripun sudah mulai gelap, kedua putra tersebut sepakat untuk pulang dan membawa benda yang mereka temukan ke-Gubuk yang tidak begitu jauh dari ladang itu. Pada malam hari selesai santap malam kedua putra tersebut juga kembali berembuk bagaimana caranya supaya benda tersebut bisa dijual dan akan mendapatkan uang yang banyak tentunya.
Kesepakatanpun akhirnya mereka dapatkan dimana kalau kedua Putra tersebut pergi ke Kota untuk menemui pembeli barang tersebut
tidak bisa dilakukan, sebab salah satu orang harus menjaga padi mereka diladang dari hama babi dan monyet yang sangat ganas dan siap menghabiskan padi yang sudah mulai menguning.
Keputusanpun akhirnya diambil bahwa putra sulung akan pergi keKota untuk menjual benda yang mereka temukan tersebut dan anak yang bungsu tetap pergi keladang untuk menjaga padi dengan kesepakatan akan mebawa semua hasil penjualan keladang dan pastinya dibagi sama rata.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali kedua putra tersebutpun beranjak pergi dimana yang bungsu berangkat keladang dan yang Sulung berangkat keKota.
Tibalah putra yang sulung ditempat berkumpulnya orang-orang kaya biasanya berjual beli sesuatu yang dibutuhkan termasuk kebutuhan sehari-hari seperti beras, sayur-sayuran, cabe, ayam, Kuda dan sebagainya yang tentunya datang dari berbagai daerah.
Mulailah putra sulung ini mendekati sekumpulan orang yang dia anggap bisa membeli benda yang dia temukan itu. tawar menawarpun hargapun akhirnya terjadi, tapi karena tawaran dari pembeli ini belum dianggap pantas maka putra sulung ini melanjutkan perjalanannya ketempat yang lebih rame yaitu: Kaban Jahe, disitu ia langsung menemui sekumpulan orang yang dianggap juga bisa membeli barang tersebut.
Tawar menawar hargapun kembali terjadi, salah satu dari yang menawar ini yang sangat kaya raya saat itu tertarik karena dia sudah bisa memastikan langsung bahwa benda itu adalah Emas dan dia langsung mengajak putra sulung ini kerumahnya dan menawarkan lembaran uang kertas tertinggi pada saat itu satu karung ditukar dengan benda tersebut tanpa dihitung berapa jumlahnya.
Putra sulung inipun tidak berpikir panjang dan menerima tawar orang tersebut karena uang yang ditawarkan itu memang sangat banyak sekali jumlahnya. Dengan uang sebanyak itu bisa langsung membuat dia sebagai orang yang sangat kaya raya. Putra sulung inipun langsung mengikat sebelah dari lobang sarung yang ia selempangkan dari ladang dan memasukkan uang tersebut.
Dia memasukkan uang kertas tersebut sambil menekan-nekan supaya muat kedalam sarung tersebut dan dia langsung mengikat lobang sarung yang satunya seolah-olah seperti dia memabawa hasil panen dari ladang dan siapapun tidak menyangka bahwa isinya sebenarnya adalah uang.
Tanpa berbasa-basi yang panjang putra sulung inipun langsung berpamitan pulang dan membawa karung tersebut menelusuri jalan
pulang. Pastinya dia akan kembali jalan kaki melewati Berastagi menuju lereng Gunung Sibayak yang kita sebut sekarang.
Sesampainya di Berastagi dia berhenti sebentar untuk melepas dahaga karena maklum berjalan kaki dari Kabanjahe ke Berastagi ternyat cukup melelahkan dirinya. Dipemberhentiannya itulah pikiranpun mulai berdatangan silih berganti maksud hatinya mau dibagaimanakan uang tersebut. Diapun beranjak dari pemberhentiannya setelah mengeluarkan beberapa lemabar uang tersebut dan menghampiri para penjaja makanan yang mereka sangat idam-idamkan dirumah selama ini.
Putra sulung tersebut juga membungkus makanan-makanan tersebut dengan jumlah yang lumayan banyak sekali. Tak lupa juga dari situ dia mampir ketoko-toko kecil yang ada dipinggiran jalan yang biasa dibuka para pendatang untuk menjajakan
penyubur dan pembasmi hama-hama tanaman.
Hari sudah sore putra sulung tersebutpun bergegas untuk melanjutkan perjalanan pulang keladang maklum tidak
menyiapkan obor untuk persiapan apabila kemalaman dijalan. Kira-kira setengah jam lagi perjalanan sampai digubuk putra sulung inipun kembali berhenti dan membuka semua makanan yang dia beli tadi, tidak lupa juga sekalian membuka bungkusan kecil yang dia beli dari Toko-toko kecil yang menjajakan penyubur dan pembasmi hama tersebut.
Tanpa berpikir panjang diapun mengaduk bahan itu kedalam semua makanan yang dia bawa maksud hati supaya isi dari ikatan sarung yang dia bawa tidak akan ada perbagian dan menjadi milik sendiri. Diapun cepat-cepat meneruskan perjalanan pulangnya ke Gubuk tua peninggalan dari orang tuanya tersebut, sesampainya di Gubuk dia tidak menemukan adiknya, memang hari belum begitu gelap sudah pasti adiknya masih diladang untuk menjaga padi dari ganasnya hama.
Tanpa menurunkan satupun barang yang dia bawa diapun langsung bergegas menuju ladang bermaksud menemukan sang adik.
Keseharian adiknya yang menjaga padi dari hama-hama tersebut rupanya perasaan yang sama juga dia rasakan, bagaimana dan diapakan nanti uang tersebut apabila si Abang datang dan akan membawa uang yang sangat banyak. Semenjak itu juga dia lengah manjaga padi dan dia bergegas untuk memasang ranjau ( Ragem ) yang terbuat dari tajamnya bambu dan ditarik penyambuk kayu yang dilengkungkan.
Disetiap jalan masuk dari Gubuk mereka yang menuju ladang sudah terpasang rapi dan siap menelan korban apabila tersentuh seutas tali yang dikaitkan ke penyambuk tersebut. Memang Inisiatip sang adik pas sasaran karena putra sulung yang lagi tergesa-gesa menuju ladang langsung terperanjak dan bersimbah darah tanpa sempat memberikan kata-kata terakhir.
Putra bungsu itupun langsung menghampiri abangnya, dia menemukan abangnya yang sudah tidak bernyawa dia tidak menghiraukan abangnya dan langsung membuka bungkusan sarung yang dibawa abangnya tersebut. Putra bungsu tersebutpun kagum dan sangat senang melihat uang kertas yang sangat begitu banyak. Disitulah dia melihat bungkusan satunya yang belum sempat lepas dari genggaman abangnya itu. Pelan-pelan dia menarik bungkusan itu dan membukanya, perasaan senangpun kian bertambah karena melihat isinya semua makanan yang sangat enak.
Tanpa berpikir panjang diapun langsung menyantap makanan itu maklum lapar seharian menjaga padi diladang. belum selesai menghabiskan makanan itu putra bungsu inipun sudah mulai merasakan mual bercampur pusing tanpa pergerakan yang jauh
diapun terjatuh dan meninggal.
Dari cerita inilah diketahui tidaklah ada orang yang kaya ( Bayak ) semua kembali ke Gunung itu, Gunung itulah yang sebenarnya kaya ( Bayak ) maka disebutlah dia Gunung Sibayak.
***
Saya tidak tahu kebenaran cerita ini yang sesungguhnya apakah ini hanya sekedar dongeng yang diceritakan Bapak saya sebelum saya tertidur bermaksud supaya saya tidak berkeliaran main. Namun saya pikir adalah ini hanya Karo dan Ceritanya dibuat Karo dan terjadinya ada diKaro tambah yang membuat adalah Karo.
Saya hanya percaya Karo / orang Karo yang diciptakan oleh Tuhan semenjak ia menjadikan langit bumi beserta isinya. Tertarik Asal Usul Karo Versi Drs Janggun Sitepu tinggal menambahkan kedepan dan kebelakang cerita tersebut. Kebelakangnya mungkin sewaktu bangsa Israel membangun menara yang tinggi bermaksud supaya bisa berkomunikasi langsung dengan Tuhan disitulah Tuhan marah dan pada saat itu juga terjadilah manusia masing-masing, tidak saling mengetahui baik dari bahasa dan kebudayan yang satu sama yang lain. Dan pada saat itu jugalah salah satu dari pasangan tersebut mereka adalah Orang Karo dengan bahasanya sendiri dan mengarah kepada masing-masing tempat yang diarahkan Tuhan tentunya. Dari situlah Tuhan mengarahkan satu pasang ini ketempat Karo dan mempunyai lima orang anak laki-laki semua dan seterusnya dan seterusnya.
Melala bujur ras Mejuah-juah,
Robinson Sitepu
Shizuoka-ken Japan
milis karo
Duta Seni Sumatera Utara
- Oleh : Dr. Wahyu Tri Atmojo. M. Hum
Bebarapa minggu lalu ada perhelatan hebat di Sumatera Utara. Sumatera Utara terdiri dari 33 pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemko) menyelenggarakan event tingkat regional. Masing-masing pemkab/pemko mengirimkan dutanya untuk bertanding dan beradu nyali serta talenta dalam acara Lomba dan Festifal Seni Siswa Nasional (LFSSN) tingkat SMP.
Ada dua belas cabang seni yang diperlombakan. Seni kriya, vokal grup, kreativitas seni tari, seni baca al-Qur’an, cipta cerpen berbahasa Indonesia, story telling, musik tradisional, menyanyi solo, senilukis, cipta lagu, cipta puisi dan desain motif batik. Masing-masing pemkab/pemko melakukan seleksi di daerahnya masing-masing, kemudian dikirim untuk berlomba di tingkat Propinsi Sumatera Utara.
Dalam pendidikan terangkum unsur pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude) yang terpadu dalam kreativitas dan kepribadian siswa. Pendidikan sebagai salah satu unsur kebudayaan memiliki peran yang strategis.
Siswa sebagai generasi muda penerus bangsa selayaknya dibekali pendidikan, baik kognitif, afektif dan motorik selaras dan seimbang serta proporsional. Dengan perkataan lain, dia bisa melakukan (psikomotorik). Berdasarkan ilmu yang dimilikinya mereka memasuki tahap selanjutnya menjadi kecakapan hidup (life skill). Hal ini sesuai dengan hakikat pembelajaran. Pembelajaran untuk membekali siswa agar bisa hidup mandiri. Setelah dewasa, tidak tergantung pada orang lain. Dengan demikian belajar tidak cukup hanya sampai mengetahui dan memahami. Kompetensi siswa yang mendesak dan harus dimiliki selama proses dan sesudah pembelajaran kemampuan kognitif.
Kesenian merupakan salah satu wadah bagi manusia untuk mengekspresikan diri dan jiwa zamannya. Kesenian juga memiliki posisi strategis dalam dunia pendidikan. Melalui kegiatan seni, siswa akan mampu mengasah kepekaan hati dan nurani. Ppada akhirnya akan memperhalus budi pekerti dan tingkah lakunya. Sebagai upaya memberikan ruang bagi kreativitas dan potensi siswa tingkat SMP di bidang seni dan sastra, event ini harus diselenggarakan. Diharapkan mampu mewadahi berbagai kegiatan seni dan sastra serta mampu mengangkat potensi yang dimiliki siswa, hingga mampu memberikan prestasi dan kebanggaan bagi dunia pendidikan. Lebih jauh lagi akan membina dan dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam bidang seni dan sastra. Menanamkan sikap apresiasi seni dan sastra terhadap nilai-nilai tradisi yang berakar pada budaya bangsa serta mengembangkan sikap kompetitif dalam diri siswa yang berwawasan global. Tidak dapat dipungkiri, arus globalisasi sangat cepat dan pesat, selalu mengancam generasi penerus kita.
Ajang Kreativitas Anak
Terselenggaranya festifal dan lomba tingkat SMP ini merupakan ajang kreativitas anak. Di dalam sebuah perlombaan pasti ada dua hal yang selalu menyertainya. Dua hal itu menang dan kalah. Dua hal ini merupakan bahan latihan mental bagi peserta didik tingkat menengah pertama. Mereka sama-sama beradu dalam mental dan kreativitas. Bagi pemenang mentalnya pasti terangkat. Mereka dijadikan orang yang berjasa dan memberikan nama baik bagi guru pendamping maupun bagi sekolahnya. Mereka yang belum beruntung/tidak juara, harus lebih siap mentalnya.
Bagi mereka yang menang akan menjadi duta seni bagi Provinsi Sumatera Utara ke tingkat nasional. Kemampuan, kreativitas dan kemahiran mereka diadu secara nasional. Mereka beradu dengan kontestan dari provinsi lain.
Ajang Pembinaan bagi Patron
Mengacu pada teori sosiologi budaya sebagaimana diungkapkan oleh Raymond William, dalam sosiologi budaya itu terdapat tiga aspek pokok dalam lembaga yang berkompeten. Institution (lembaga), content (isi) dan efects (efeknya). Lembaga adalah institusi yang memiliki peran sebagai patron maupun pelindung. Dalam hal ini pemerintah (kepala dinas pendidikan, guru pamong mau pun guru pendamping). Ketika sebuah lembaga budaya menjalankan sebagaimana mestinya, mereka akan mampu dan berhasil menghasilkan yang terbaik sesuai dengan kemampuannya. Demikian sebaliknya. Apabila mereka hanya sekedar sebagai simbol yang gagah dan berbobot tetapi kurang serius dalam menanganinya. Niscaya hasil buruk akan menyertainya dan nantinya sudah tidak dianggap lagi. Kita tidak bisa lepas dari mereka karena memang ada ketergantungan tinggi, yakni hubungan simbiosis mutualisme kerja sama saling menguntungkan. Kalau memang sudah menjadi sebuah patron mempunyai tugas membina, melindungi, bahkan berperan penuh terhadap fasilitas yang diperlukan. Hal itu akan berdampak luar biasa terhadap semua pihak. Ada kebanggaan yang sulit untuk dilupakan, bagi sebuah lembaga. Sebagaimana yang terjadi dalam sebuah kerajaan tempo dulu, seorang raja berperan ganda dalam kerajaan maupun terhadap kelangsungan para empu yang menciptakan karya yang adi luhung. Adi luhung akhirnya mencapai puncak kejayaannya, hingga mendapat predikat klasik. Perhatian serius disertai dukungan dana maksimal membuat kenyamanan bagi para empu. Hal itu sangat terasa, hingga saat ini. Meskipun adakalnya kita hanya bisa memanfaatkan dan sekedar mengembangkan, yang namanya pakem tidak bisa kita tinggalkan.
Content atau isi merupakan produk budaya. Produk yang dihasilkan dalam event ini karya seni, baik senirupa, senitari, maupun seni lainnya yang tergabung di dalam dua belas kategori cabang seni. Produk merupakan hasil kreativitas setiap kontestan yang berjuang dan berusaha keras untuk mendapatkan hasil maksimal. Patut kita apresiasi tinggi, produknya apat dijadikan sebagai langkah awal pembinaan ke depan. Hal ini penting karena ditangan mereka calon-calon generasi penerus patut dibanggakan. Efek adalah dampak bagi kehidupan sosial. Hal ini sudah barang tentu akan memberikan dampak positif bagi lingkungan mereka. Bagaimana tidak, bahwa mereka berjuang dan berusaha untuk menghasilkan produk terbaik. Produk-produk secara langsung maupun tidak langsung memberikan motivasi bagi anak lain seusia dengan mereka. Jika karya mereka nantinya dipajang di kantor Dinas Pendidikan Sumatera Utara. Kita tahu kantor Dinas Pendidikan Sumatera Utara tiap hari banyak orang-orang beraktivitas. Selain sebagai media pembelajaran bagi masyarakat luas, akan meningkatkan daya apresiasi tinggi bagi keberlangsungan cipta seni di Sumaera Utara.
Duta Seni Sumatera Utara
Kontestan dalam event FLS2N dari masing-masing propinsi akan berkumpul di Bogor dan Makasar. Menarik mencermati duta dari Sumatera Utara yang dikirim ke tingkat Nasional. Mereka yang meraih juara 1 di masing-masing cabang seni yang dilombakan dijanjikan dikirim sebagai duta atau wakil Sumatera Utara. Hal itu harus menjadi kenyataan, hingga kepercayaan semakin tinggi bagi peserta dan guru-guru pendamping. Seandainya dikemudian hari ada acara lagi dalam event yang sama pesertanya lebih banyak lagi. Setiap pemkab/pemko diwajibkan untuk mengirimkan wakil pada setiap cabang seni. Ini merupakan marwah setiap pemkab/pemko untuk ajang kebolehan kepala dinas pendidikan sebagai patron yang memang dituntut untuk berperan aktif dalam membina dan mengembangkan kesenian.
Dari semua cabang seni yang dilombakan patut mendapatkan apresiasi tinggi. Demikian hal yang menarik, lomba desain motif batik dan seni lukis. Sebagai pemenang pertama dalam lomba desain motif batik adalah Sakinatun Najmi Sibarani yang berasal dari SMPN 2 Tebing Tinggi. Bagi Najmi mungkin sudah terbiasa menggoreskan pensil di atas kertas gambar dengan membubuhkan ornamen, baik ornamen pendukung maupun ornamen utama atau inti. Pendamping atau pendukung artinya Najmi telah memilih motif geometris sebagai hiasan pinggirnya, sedangkan ornamen utama atau intinya menampilkan ornamen tumbuh-tumbuhan yang merupakan perpaduan dari ornamen tradisional Melayu dan Batak. Kita tahu motif geometris merupakan motif tertua dalam ornamen karena sudah dikenal sejak zaman prasejarah. Ornamen tradisional Melayu dan Batak merupakan sumber budaya lokal Sumatera Utara. Sebagai juara kedua diraih oleh Intan Sari dari SMPN 7 Tanjung Balai. Untuk juara ketiga diraih oleh Raymond Tarigan dari SMP Santa Maria Kabanjahe. Tarigan menampilkan kreativitasnya dengan menggoreskan ornamen Karo sebagai ornamen pokoknya, sedangkan ornamen pendampingnya menggunakan motif boraspati. Ketiga kontestan lomba desain motif batik hasil karyanya memang bisa diaplikasikan menjadi batik dan mereka telah berjuang dengan memperhatikan unsur kreativitas, kemampuan teknis dan komposisi warna. Dalam seni lukis, juri menetapkan Yossi Riza Hidayati dari SMP Harapan I Medan meraih juara1. Juara 2 diraih oleh M. Afandi Sihotang dari SMP I Barumun Tengah Padang Lawas, juara 3 diraih Sarah Agatha dari SMP Sultan Agung Simalungun.
Yossi Riza Hidayati dan Sakinatun Najmi Sibarani yang merebut juara 1 cabang lomba desain motif batik dan lukis merupakan duta seni dari Sumatera utara di tingkat nasional. Agenda nasional berlangsung pada akhir bulan Juni 2011 ini di Bogor dan Makasar. Dengan harapan keduanya bisa lebih konsentrasi lagi, sehingga mampu menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Suka tidak suka mau tidak mau keduanya harus bersaing ditingkat nasional dengan membawa nama Sumatera Utara. Tentunya sebelum berangkat keduanya telah mendapatkan bekal yang maksimal dari patron yakni Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Utara serta guru pendamping yang telah disiapkan. Banyak hal yang bisa dipetik ketika bersaing ditingkat nasional. Pengalaman sudah pasti merupakan sesuatu hal yang baru. Mereka bisa berdiskusi dan tukar pikiran atau berbagi pengalaman dari daerahnya masing-masing. Mereka bisa melihat dan mengapresiasi karya-karya dari daerah lain yang harapanya ketika nanti pulang bisa disebarluaskan di daerah Sumatera Utara yang kita cintai ini. Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah mereka mempunyai sumber daya manusia yang handal dan berkompeten dalam bidang seni. Mereka juga merupakan calon generasi penerus bagi tumbuh dan berkembangnya dunia seni rupa di Sumatera Utara. Semoga! (analisa)
Penulis; dosen seni rupa Unimed dan Kepala Pusat Penelitian Unimed.